THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Sabtu, 19 Juli 2008

risalah pernikahan dari kitab “Qurratul ‘Uyun”

Bismillahirohmanirrahim

Gegarane wong akrami dudu bondo ,dudu rupo anamung ati pawitane ,luput pisan ,yen kena pisan yen angel, angel k alangkung tan kena tinombo arto

“pada hakekatnya pernikahan itu bukan karena harta benda .juga bukan karena ketampanan atau kecantikan.sesekali terlepas sesekali mendapat.jika mudah teramat mudah jika sulit teramat sulit dan tidak bisa si gantikan dengan harta”

ALLAH maha luhur berfirman dalam kitabNYA “Istri-istrimu merupakan lahan tempat bercocok tanam,maka datangilah lahan tempat bercocok tanamu sesuai seleramu.Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu ,dan bertaqwalah kepada ALLAH serta ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemuiNYA .wahai Muhammad,berilah kabar gembira orang-orang yang beriman itu”

berkenaan dengan firman ALLAH ini ,saya bermaksud membuat tulisan dari sebagian yang saya ambil dari kitab yang termasuk dalam kekayaan khazanah kitab kuning yaitu :“Qurotul uyun” dalam kitab ini tidak hanya mengajari pasangan suami istri bergaul …hingga pergaulan yang paling intim…bahkan juga memuat petunjuk -petunjuk tentang hari-hari baik untuk melaksanakan perkawinan(hal-hal baik lainnya).namun berbeda dengan aturan “Nogo Dino” karena dalam kitab ini di sebutkan agak rinci alasan-alasannya.
semoga ALLAH melimpahi Rahmat serta berlipat ganda pula pahala dan di ampuni dosa2 kelak di akhirat kepada Syaih Muhammad al-Tahami bin Madani yang mempunyai karya yaitu kitab “Qurratul ‘Uyun” yang kemudian di tulis sebagai syarah( uraian penjelasan) bagi buah karya Syaih Qasim bin Ahmad bin Musa bin Yamun ,yang di tulis dalam bentuk Nadham(Syair).

semoga barokah pula kepada ustad saya Beliau Kyai Basuni yang telah menjadi guru terbaik saya sehingga 2 tahun yang lalu (tepatnya ketika kelas 3 MAN) saya bisa menghatamkan kitab “Qurrotul ‘Uyun” ini dengan baik alhamdulillah meskipun jadi santri yang mokong (bandel) :)

dalam kitab ini memuat 20 pasal (mungkin hanya akan saya tuliskan hanya beberapa pasal saja) di dalam kitab ini memuat tentang beberapa hadist dan nasehat dalam mebina Rumah Tangga.yaitu mulai dari keutamaan menikah,memilih seorang calon istri,masalah tata krama dalam berhubungan intim(sex)
dengan seorang istri dan beberapa masalah yang berkaitan dengan tangung jawab seorang suami untuk membina rumah tangga yang Islami.nasehat-nasehat tentang tata krama mengadakan pesata perkawinan dan beberapa hal negatif yang muncul dalam pesta dan perkawinan itu sendiri,sehingga hal itu perlu di waspadai agar tujuan kita dalam membina berumah tangga tidak menyimpang dari niat ibadah mengikuti sunnah Rosulullah SAW.sehingga perkawinan yang mestinya sarat dengan nilai-nilai ibadah dan termasuk perbuatan muliau itu tidak kehilangan jati dirinya dan tidak menjadi pemicu terkikisnya keteguhan iman dalam mensikapi kehidupan ini

OK deh klo mau tahu serta mempelajari kitab ini secara mendalam tafadhol membeli kitabnya atau membeli buku terjemahannya (banyak di toko-toko buku) semoga kita semua menjadi hamba-hambaNYA yang beriman serta banyak bersyukur ,,, tak lepas pula semoga saya dan kita semua mendapat pasangan dan teman hidup yang kekal ila akhiru zaman ……..aminnn ya ROBB

“Menikahkan kalian dan beranak cuculah.karena sesungguhnya kalian akan ku jadikan kebangaan di antara sekian banyak umat”

PASAL PASAL

pasal 1 Nikah dan Hukumnya
pasal 2 Beberapa hal yang positif dalam nikah
pasal 3 hal-hal yang perlu di upayakan dalam menikah
pasal 4 mencari waktu yang tepat untuk melakukan hubungan intim
pasal 5 sekitar penyelenggaraan pesta perkawinan(walimah)
pasal 6 tentang tata krama melakukan hubungan intim
pasal 7 tentang etika dan cara-cara yang nikmat dalam melakukan hubungan intim
pasal 8 tentang berdandan dan kesetiaan istri
pasal 9 tentang posisi,cara untuk mencapai puncak kenikmatan dan do`a dalam bersetubuh
pasal 10 tentang makanan yang perlu di jauhi saat sedang berbulan madu dan saat istri hamil
pasal 11 beberapa hal yang harus di upayakan ketika hendal melakukan hubungan intim
pasal 12 kewajiban suami terhadap istri dalam memberi nafkah bathin
pasal 13 posisi dalam bersetubuh yang perlu di hindari
pasal 14 batas-batas yang di haramkan dan di halalkan dalam hubungan intim dengan istri
pasal 15 memilih waktu yang tepat dan hal-hal lainnya yang perlu di perhatikan dalam
hubungan intim

pasal 16 tata kerama orang yang sedang junub

pasal 17 tentang tata kerama orang yang hendak bersetubuh dua kali dan hal-hal yang perlu di
perhatikan dalam berse
tubuh
pasal 18 sumai istri harus saling memuliakan dan saling menghormati
pasal 19 kewajiban suami terhadap istri dan seluruh anggota keluarganya dalam membina
rumah tangga.

pasal 20 suami dan istri wajib mendidik anaknya agar menjadi anak yang berbudi luhur

Demikian yang tertulis di atas adalah pasal-pasal yang ada di dalam kitab Qurratul ‘uyun
semoga tulisan ini dapat memicu semangat kita dalam menyempurnakan setengah dien yaitu memuwudkan perkawinan yang sakinah,mawadah,warahmah namun secara ISLAMI tentunya :)

di sini saya tidak akan menuliskan semua pasal-pasal secara terperinci maklum saya kan masih kecil(pemikiran gede) :D jadi agak malu-malu untuk menuliskan hal-hal yang di anggap sangat intim sekali heheheh :) terlepas dari itu semua semoga karya tulisan saya ini bermanfaat bagi pembaca khususnya ,,,aminnn

NIKAH DAN HUKUMNYA

hukum menikah itu sangat tergantung pada keadaan orang yang hendak melakukan tadi,jadi hukum nikah itu dapat di klasifikasikan sebagai berikut

1.wajib.yaitu apabila orang yang hendak menikah telah mampu sedang ia tidak segera menikah amat di
khawatirkan akan berbuat zina

2.sunnah ,yaitu mana kala orang yang hendak menikah menginginkan sekali punya anak,tetapi ia
mampu mengendalikan diri.dari perbuatan zina,baik ia sudah berminat menikah atau belum.walaupun
jika menikah nanti ibadah sunnah yang sudah biasa ia lakukan akan terlantar

3.makruh,yaitu apabila orang yang hendak menikah belum berminat punya anak,juga belum pernah
menikah sedangkan ia mampu menahan diri dari berbuat zina.padahal ia menikah sunnahnya
terlantar.

4.mubah,yaitu apabila orang yang hendak menikah mampu menahan gejolak nafsunya dari berbuat
zina.,sementara ia belum berminat memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya
tidak sampai terlantar

5.haram,yaitu bagi orang yang apabila ia kawin,justru akan merugikan istrinya karena ia tidak mampu
memberi nafkah lahir dan nafkah bathin.atau jika menikah ia akan cari mata pencaharian yang di
haramkan ALLAH walaupun orang tersebut sudah berminat menikah dan ia mampu menahan gejolak
nafsunya dari berbagai zina.padahal.

bahwa hukum menikah tersebut juga berlaku bagi kaum wanita. Ibnu Arafah menambahkan,bahwa bagi wanita hukum menikah itu wajib,apabila ia tidak mampu mencari nafkah bagi dirinya sendiri sedangkan jalan satu-satunya untuk menanggulangi adalah menikah .

RUKUN RUKUN MENIKAH

rukun menikah ada lima hal yaitu sebagai berikut:

1.ada seorang suami
2 ada seorang istri
3.ada seorang wali
4 ada mahar
5.harus ada sighat(ungkapan khas menikahkan dan menerima nikah)

beberapa anjuran menikah

ada sebuah riwayat dari imam Ahmad sebagaimana tersebut di dalam kitab musnadnya;

“Ada serorang laki-laki,ia bernama ukaf,datang menghadap Nabi SAW maka nabi SAW bertanya kepadanya:
“Wahai ukaf apakah engkau sudah beristri?”
ukaf menjawab “belum”nabi bertanya lagi:
“apakah kau punya seorang budaj perempuan”?
ukaf menjawab “tidak” lantas nabi bertanya lagi:
“adakah kau orang yang pintar mencari rizky’?
ukaf menjawab “iya” nabi bersabda:
“kau adalah termasuk kawan-kawannya syaitan.Seandainya kau itu orang beragama Nasrani ,tentulah menjadi pendeta (rahib) mereka.sesungguhnya orang yang termasuk mengikuti sunahan itu adalah orang yang menikah.seburuk-buruk kalian adalah orang-orang yang sedang membujang.dan orang yang mati di antara kalian yang paling hina.adalah orang yang mati membujang “
nabi SAW bersabda dalam sabda yang sudah termashur

“Wahai kaum muda,barang siapa telah mampu membiayai biaya perkawinan maka hendaklah ia kawin saja.karena sesungguhnya kawin itu lebih bisa memejamkan (menjaga dari maksiat) mata ,dan lebih bisa menjaga(maksiat)kemaluan.da barang siapa belum mampu kawin maka sebaiknya berpuasa.sebab puasa itu mampu menjadi perisai(gejolak nafsu) dirinya”

“Siapa saja yang menikah, ia telah menguasai separuh agamanya. Hendaklah ia bertakwa (kepada Allah) atas separuh yang lain”

“Barang siapa yang menikah karena ALLAH ,dan menikahkan (putra putrinya) karena ALLAH maka ia berhak menjadi kekasih ALLAH.”

“Menikah adalah sunnahku. Siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, ia bukan termasuk ummatku. Menikahlah karena aku akan senang atas jumlah besar kalian di hadapan umat-umat lain. Siapa yang telah memiliki kesanggupan, menikahlah. Jika tidak, berpuasalah karena puasa itu bisa menjadi kendali” (Riwayat Ibn Majah, lihat: Kasyf al-Khafa, II/324, no. hadis: 2833).

dan masih banyak lagi hadist2 lain yang berkaitan dengan menikah :)

DI ANJURKAN MENIKAH DENGAN WANITA SHALIHAH

dalam hal ini Nabi SAW bersabda :

“Dunia ini medan untuk bersenang-senang .dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita yang berakhlaq mulia”

“Siapa yang dianugerahi istri shalihah, sungguh ia telah dibantu dalam separuh urusan agama, maka bertakwalah (kepada Allah) atas separuh yang lain”. (Riwayat Ibn al-Jawzi, lihat: Kasyf al-Khafa, II/239, no. hadis: 2432).

“seorang wanita di nikahi karena empat faktor .yaitu karena hartanya,keterhormatannya(status sosial)
kecantikannya dan agamanya,maka kamu hendaklah menikah dengan wanita yang kuat agamannya agar kau beruntung”

“sebaik-baik istri umatku adalah yang paling berseri-seri wajahnya dan paling sedikit(sederhana)maskawinnya”

ANJURAN MENIKAHI WANITA YANG PRODUKTIF DAN IDEAL

bahwa tujuan menikah adalah untuk kesinambungan generasi dan agar ummat manusia tetap exis di muka bumi.islam menganjurkan menikahi wanita yang masih produktif dan tidak mandul

dalam sabda Nabi SAW.

“menikahlah kalian dengan wanita yang banyak cinta kasih sayangnya terhadap suami lagi masih produktif(tidak mandul).karena sesungguhnya aku akan berlomba dengan para nabi yang lain dalam memperbanyak umat kelak pada hari kiyamat”

Nabi SAW pernah bertanya kepada Zaid bin Tsabit:”Apakah kamu sudah menikah wahai Zaid”?

Zaid menjawab”belum” maka nabi SAW bersabda menikahlah kamu niscaya kamu akan terpelihara(dr maksiat)di samping pengupayaanmu dalam menjaga diri/dan kamu jangan sampai beristri lima orang wanita berciri-ciri berikut ,Zaid bertanya lagi :siapakah mereka itu wahai Rosul? Rasulallah SAW menjawab :wanita yang kebiri-biruan matanya,wanita yang tinggi kurus,wanita yang membelakangimu dan wanita beranak”

maka Zaid bertanya lagi:saya belum faham sedikitpun dengan apa ang engkau sabdakan ya Rasulallah?”

maka Nabi bersabda:

“maksudnya perempuan yang kebiru-biruan matanya itu adalah perempuan yang jorok ucapannya,dan perempuan yang tinggi badannya tetapi kurus(tidak seimbang).dan perempuan tua yang monyong pantatnya dan perempuan pendek yang menjadi sasaran cercaan (,karena tidak serasi).dan juga wanita yang membawa anak dari suaminya yang selain kamu.

demikianlah sungguh penjelasan Rasulallah dalam mendidik umatnya untu selalu berhati-hati bahkan ketika memilih calon istri yang produktif :)

KEUTAMAAN MEMBINA RUMAH TANGGA.

Mu’adz bin Jabal r.a pernah berkata “Sholat (sekali) di kerjakan oleh orang yang sudah menikah itu lebih umata dari pada empat puluh kali sholat yang di kerjkan orang yang tidak berumah tangga”

Abdullah bin Abbas r.a pernah pula berkata“kawinlah kalian karena sesungguhnya(ibadah) sehari saja di kerjakan oleh orang yang berumah tangga adalah lebih baik(banyak pahalanya) dari pada (ibadah) seribu tahun(sebelum berumah tangga)”

sungguh begitu utamanya menikah sehingga Rasulallah sangat menganjurkan serta begitu mulianya pula ibadah orang yang menikah di hapadan ALLAH SWT.

BEBERAPA HAL YANG POSITIF DALAM NIKAH

a.kesinambungan generasi

menikah itu mempunyai beberapa faidah di antaranya mendapatkan keturunan dalam hidup.

b.terpenuhinya saluran nafsu sex

c.di perolehnya keutamaan mencari rizky

d.taat dan menjaga kehormatan suami

HAL-HAL YANG PERLU DI UPAYAKAN DALAM MENIKAH

A.mencari pasangan yang seimbang(KAFA’AH)

B.niat mengikuti jejak Nabi SAW.

C.mencari orang yang taat beragama

D.mencari perempuan yang produktif dan perawan

E.mencari perempuan yang bukan famili dekat

F.di usahakan mencari gadis cantik

MENCARI WAKTU YANG TEPAT UNTUK MELAKUKAN HUBUNGAN INTIM

A.di anjurkan bersetubuh pada malam hari

hal ini berdasarkan sebuah hadits Nabi SAW :

“Adakanlah temu penganten kalian ,pada malam hari .Dan adakanlah jamuan makan (syukuran resepsi pernikahan)pada waktu dhuha”

B. hari -hari yang tidak tepat untuk bersetubuh

bagi suami yang hendak bersetubuh hendaklah menghindari hari-hari berikut ini :

1.hari rabu yang jatuh pada minggu terakhir tiap bulan

2.hari ketiga awal tiap bulan ramadhan

3.hari kelima awal tiap bulan ramadhan

4.hari ketigabelas pada setiap bulan.

5.hari keenam belas pada setiap bulan

6.hari keduapuluh satu pada setiap bulan

7.hari kedua puluh empat pada setiap bulan

8.hari kedua puluh lima pada setiap bulan

Di samping hari tersebut ada pula hari-hari yang sebaiknya di hindari untuk mengerjakan sesuatu yang di anggap penting yaitu hati sabtu dan hari selasa.

tentang hari sabtu itu Nabi pernah di tanya oleh salah satu sahabat naka Nabi bersabda:

“Hari sabtu itu adalah hari di mana terjadi penipuan “

mengapa hari tersebut di katakan penipuan sebab pada hari itu orang2 berkumpul di gedung “al-nadwah” untuk merembuk memusnahkan dakwah Nabi SAW .wallahu`alam

adapun tentang hari selasa nabi SAW.bersabda:

“Hari selasa itu adalah hari di mana darah pernah mengalir.sebab pada hari itu ibu Hawa pernah haid,putera nabi Adam as pernah membunuh saudara kandungnya sendiri,terbunuhnya Jirjis,Zakaria dan yahya as.kekalahan tukang sihir Fir’aun.di vonisnya Asiyah binti Muzaim permaisuri fir’aun.dan terbunuhnya sapinya bani israil”

adapun imam Malik berpendapat “jaganlah anda menjauhi sebagian hari-hari di dunia ini ,tatkala anda hendak melakukan sebagian tugas pekerjaanmu.kerjakanlah tugas-tugas itu pada hari sesukamu.sebab sebenarnya hari-hari itu semua adalah milik ALLAH.tidak akan menimbulkan malapetaka dan tidak pula bisa membawa manfaat apa-apa”

C. saat yang tepat untuk bersetubuh
bahwa melakukan hubungan intim pada awal bulan itu lebih afdhol dari pada akhir bulan.sebab bila nanti di karuniai seorang anak akan mempunyai anak yang cerdas. bagi seorang suami (penganten baru) sunnah hukumnya bersetubuh dengan istrinya di bulan Syawal.

adalah lebih afdhol pula jika melakukan hubungan sex pada hari ahad dan jum`at .nabi SAW.bersabda:

“hari ahad itu adalah hari yang tepat untuk menanam,dah hari untuk memulai membangun.karena ALLAH memulai menciptakan dunia ini juga memulai meramaikannya jatuh paa hari ahad”"hari jum’at itu adalah hari perkawinan dan juga hari peminangan di hari jum’at itu nabi Adam as menikah ibu Hawa,nabi Yusuf as menikah siti Zulaika.nabi Musa as menikah dengan puteri nabi syuaib as,nabi sulaiman menikah ratu bilqis”

wallahu`alam bishowab

tersebut di dalam hadits shahih bahwa Nabi SAW. dalam melaksanakan pernikahannya dengan Sayyidah khodijah dan Sayyhidah Aisyah juga jatuh pada hari jum’at.

D, hari-hari yang seyogayanya di hindari

Tersebutlah dalam Riwayat Alqamah bin Shafwan,dari Ahmad bin Yahya sebuah hadist marfu’ sebagai berikut;

“waspadalah kamu sekalian akan kejadian duabelas hari setahun,karena sesungguhnya ia bisa melenyapkan harta banyak dan bisa mencambik-cambik(merusak)tutup-tutup cela”para sahabat kemudian bertanya “ya Rasulallah apakah 12 hari itu?Rasulallah bersabda :

“yaitu tanggal 12 muharram,10 safar dan 4 rabi’ul awal(mulud) 18 rabu’utsni(bakda mulud) 18 jumadil awal,18 jumadil akhir.12 rajab ,26 sya’ban(ruwah),24 ramadhan,2 syawal,28 dhulqa’dah(apit/sela) dan 8 bulan dhilhijjah”

TATA KERAMA MELAKUKAN HUBUNGAN INTIM

di sini saya hanya akan menulis point-point nya saja :) afwan…….

A.mencari waktu usai sholat

B.diusahakan hatinya bersih

C.memulai dari arah kanan dan berdo`a

Bismillaahi, allahumma jannibnasy syaythaana wa jannibisy syaythaana maa razaqtanaa.

Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah; jauhkanlah kami dari gangguan syaitan dan jauhkanlah syaitan dari rezki (bayi) yang akan Engkau anugerahkan pada kami. (HR. Bukhari)

D.istri hendaknya wudhu dahulu

E.mengucapkan salam dan menyentuh ubun-ubun istri

F.memeluk istri dan sambil berdo`a

G.mencuci ujung jari kedua tangan dan kaki istri

H.ciptakan suasana tenang dan romantis

Ibnul Qayyim berkata, “Sebaiknya sebelum bersetubuh hendaknya diajak bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya.”

I.memberi ucapan selamat kepada kedua mempelai

dan juga perlu di perhatikan

Bagian 1 (Merayu dan bercumbu):

Nabi Muhammad s.a.w. melarang suami melakukan persetubuhan sebelum membangkitkan syahwat isteri dengan rayuan dan bercumbu terlebih dahulu.

Hadits Riwayat al-Khatib dari Jabir.

Bagian 2 (DOA SEBELUM BERSETUBUH):

“Bismillah. Allaahumma jannibnaash syaithaa-na wa jannibish syaithaa-na maa razaqtanaa”.

Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami berdua (suami isteri) dari gangguan syaithan serta jauhkan pula syaithan itu dari apa saja yang Engkau rezqikan kepada kami.

Dari Abdulah Ibnu Abbas r.a. berkata:

Maka sesungguhnya apabila ditakdirkan dari suami isteri itu mendapat seorang anak dalam persetubuhan itu, tidak akan dirosak oleh syaithan selama-lamanya.

Hadits Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a.

Bagian 3: (Do’a Hampir keluar mani)

Dan apabila air manimu hampir keluar, katakan dalam hatimu dan jangan menggerakkan kedua bibirmu kalimat ini:

“Alhamdulillaahil ladzii khalaqa minal maa’i basyara”.

Segala pujian hanya untuk Allah yang menciptakan manusia dari pada air.

Bagian 4 (Syahwat terputus ditengah jalan):

Apabila seseorang diantara kamu bersetubuh dengan isterinya maka janganlah ia menghentikan persetubuhannya itu sehingga isterimu juga telah selesai melampiaskan hajatnya (syahwat atau mencapai kepuasan) sebagaimana kamu juga menghendaki lepasnya hajatmu (syahwat atau mencapai kepuasan).

Hadits Riwayat Ibnu Addi.

Bagian 5 (Dogy Style):

Dari Jabir b. Abdulah berkata:

Bahawa orang-orang Yahudi (beranggapan) berkata:

Apabila seseorang menyetubuhi isterinya pada kemaluannya Melalui Belakang maka mata anaknya (yang lahir) akan menjadi juling.

Lalu turunlah ayat suci demikian:

“Isteri-isteri kamu adalah ladang bagimu maka datangilah ladangmu itu dari arah mana saja yang kamu sukai”.

Surah Al Baqarah - ayat 223.

Keterangan:

Suami diperbolehkan menyetubuhi isteri dengan apa cara sekalipun (dari belakang, dari kanan, dari kiri dsb asalkan dilubang faraj).

Bagian 6 (bersetubuh dapat pahala)

Rasulullah s.a.w. bersabda:

“…..dan apabila engkau menyetubuhi isterimu, engkau mendapat pahala”.

Para sahabat bertanya:

Wahai Rasulullah, adakah seseorang dari kami mendapat pahala dalam melampiaskan syahwat?

Nabi menjawab:

Bukankah kalau ia meletakkan (syahwatnya) ditempat yang haram tidakkah ia berdosa?

Demikian pula kalau ia meletakkan (syahwatnya) pada jalan yang halal maka ia mendapat pahala.

Hadits Riwayat Muslim.

Bagian 7 (Horny lagi)

Apabila diantara kamu telah mecampuri isterinya kemudian ia akan mengulangi persetubuhannya itu maka hendaklah ia mencuci zakarnya terlebih dahulu.

Hadits Riwayat Baihaqi.
Syekh penazham menjelaskan waktu-waktu yang terlarang untuk bersenggama, sebagaimana diungkapkan dalam nazhamnya yang berbahar rajaz berikut ini:”Dilarang bersenggama ketika istri sedang haid dan nifas,Dan sempitnya waktu shalat fardlu, jangan merasa bebas.”Allah Swt. berfirman:”Mereka bertanya kepadamu tentang haid, Katakanlah, haid adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid” (Qs. Al-Baqarah: 222)

Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “menjauhkan diri” adalah menjauhkan diri dari vagina istri, yang artinya tidak melakukan senggama. Ini adalah pendapat Hafshah ra. Dan Imam Mujahid pun sependapat dengan pendapat Hafshah ra. Tersebut.

Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam kitab Ausath dari Abu Hurairah secara marfu’:Rasulullah Saw.bersabda:”Barang siapa bersetubuh dengan istrinya yang sedang haid, kemudian ditakdirkan mempunyai anak dan terjangkiti penyakit kusta, maka jangan sekali-kali mencela, kecuali mencela dirinya sendiri”Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali berkata, “Bersetubuh di waktu haid dan nifas akan mengakibatkan anak terjangkiti penyakit kusta.”Imam Ahmad dan yang lainnya meriwayatkan sebuah hadits marfu’ dari shahabat Abu Hurairarah ra.:Rasulullah Saw.bersabda:”Barang siapa datang kepada dukun peramal, kemudian dia mempercayai apa yang dikatakannya, dan menyetubuhi istrinya diwaktu haid atau pada duburnya, maka dia benar-benar telah melepaskan diri dari apa yang telah diturunkan kepada Nabi Saw.”

Rasulullah Saw. bersabda:”Barang siapa menyetubuhi istrinya diwaktu haid, maka hendaklah dia bersedekah satu keping dinar. Dan barang siapa menyetubuhi istrinya dikala haidnya telah reda, maka hendaklah dia bersedekah setenga keping dinar.”Ibnu Yamun meneruskan nazhamnya sebagai berikut:”Dilarang senggama (menurut pendapat yang masyhur) dimalam hari raya Idul Adha,Demikian pula dimalam pertama pada setiap bulan.Dimalam pertengahan pada setiap bulan,Bagitu pula dimalam terakhir pada setiap bulan.”Hal itu berdasarkan pada sabda Rasulullah Saw.:”Janganlah kamu bersenggama pada malam permulaan dan pertengahan bulan”

Al-Imam Ghazali mengatakan, bahwa bersenggama makruh dilakukan pada tiga malam dari setiap bulan, yaitu: pada malam awal bulan, malam pertengahan bulan, dan pada malam terakhir bulan. Sebab setan menghadiri setiap persenggamaan yang dilakukan pada malam-malam tersebut.Ada yang berpendapat, bahwa bersetubuh pada malam-malam tersebut dapat mengakibatkan gila atau mudah stres pada anak yang terlahir. Akan tetapi larangan-larangan tersebut hanya sampai pada batas makruh tidak sampai pada hukum haram, sebagaimana bersenggama dikala haid, nifas dan sempitnya waktu shalat fardlu.Selanjutnya Syekh penazham mengungkapkan tentang keadaan orang yang mengakibatkan ia tidak boleh bersenggama dalam nazham berikut ini:”Hindarilah bersenggama dikala sedang kehausan, kelaparan, wahai kawan, ambillah keterangan ini secara berurutan.Dikala marah, sangat gembira, demikian pula,dikala sangat kenyang, begitu pula saat kurang tidur. Dikala muntah-muntah, murus secara berurutan, demikian pula ketika kamu baru keluar dari pemandian.Atau sebelumnya, seperti kelelahan dan cantuk (bekam),jagalah dan nyatakanlah itu semua dan jangan mencela.”

Sebagaimana disampaikan oleh Imam Ar-Rizi, Bersenggama dalam keadaan sangat gembira akan menyebabkan cedera. Bersenggama dalam keadaan kenyang akan menimbulkan rasa sakit pada persendian tubuh. Demikian juga senggama yang dilakukan dalam keadaan kurang tidur atau sedang susah. Semuanya harus dihindari, karena akan menghilangkan kekuatan dalam bersenggama.Begitu juga gendanya dijauhi senggama yang sebelumnya sudah didahului dengan muntah-muntah dan murus-murus, kelelahan, keluar darah (cantuk), keluar keringat, kencing sangat banyak, atau setelah minum obat urus-urus. Sebab menurut Imam As-Razi, semua itu akan dapat menimbulkan bahaya bagi tubuh pelakunya. Demikian juga hendaknya dijauhi senggama setelah keluar dari pemandian air panas atau sebelumnya, karena ibu itu dapat mengakibatkan terjangkiti sakit kepala atau melemahkan syahwat. Juga hendaknya mengurangi senggama pada musim kemarau, musim hujan, atau sama sekali tidak melakukan senggama dikala udara rusak atau wabah penyakit sedang melanda, sebagaimana dituturkan Syekh penazham berikut ini: “Kurangilah bersenggama pada musim panas,dikala wabah sedang melanda dan dimusim hujan.”

Imam Ar-Rizi mengatakan, bahwa orang yang mempunyai kondisi tubuh yang kering sebaiknya menghindari senggama pada musim panas. Sedangkan orang yang mempunyai kondisi tubuh yang dingin hendaknya mengurangi senggama pada musim panas maupun dingin dan meninggalkan sama sekali pada saat udara tidak menentu serta pada waktu wabah penyakit sedang melanda.Kemudian Syekh penazham melanjutkan nazhamnya sebagai berikut: “Dua kali senggama itu hak wanita, setiap Jumat, waktunya sampai subuh tiba.Satu kali saja senggama demi menjaga kesehatan,setiap Jumat bagi suami yang sakit-sakitan.”Syekh Zaruq didalam kita Nashihah Al-Kafiyah berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan hak wanita adalah senggama yang dilakukan suami bersamanya paling sedikit dua kali dalam setiap Jumat. Atau paling sedikit satu kali pada setiap Jumat bagi suami yang cukup tingkat kesehatannya.Shahabat Umar bin Khaththab menentukan satu kali senggama dalam satu kali suci wanita (istri)(satu kali dalam sebulan), karena dengan begitu suami akan mampu membuat istrinya hamil dan menjaganya. Benar demikian, akan tetapi sebaiknya suami dapat menambah dan mengurangi menurut kebutuhan istri demi menjaga kesehatan. Sebab, menjaga kesehatan istri merupakan kewajiban bagi suami.Sebaiknya suami tidak menjarangkan bersenggama bersama istri, sehingga istri merasa tidak enak badan. Suami juga tidak boleh memperbanyak bersenggama dengan istri, sehingga istri merasa bosan,

sebagaimana diingatkan Syekh penazham melalui nazhamnya berikut ini:”Diwaktu luang senggama jangan dikurangi, wahai pemuda,jika istri merasa tidak enak karenanya, maka layanilah dia.Sebaliknya adalah dengan sebaliknya, demikian menurut anggapan yang ada.Perhatikan apa yang dikatakan dan pikirkanlah dengan serius.”Syekh Zaruq dalam kitab An-Nashihah berkata, “Suami jangan memperbanyak senggama hingga istri merasa bosan dan jangan menjarangkannya hingga istrinya merasa tidak enak badan.” Imam Zaruq juga berkata: “Jika istri membutuhkan senggama, suami hendaknya melayani istrinya untuk bersenggama bersamanya sampai empat kali semalam dan empat kali disiang hari.”Sementara itu istri tidak boleh menolak keinginan suami untuk bersenggama tanpa uzur, berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berikut ini:”Seorang wanita datang menghadap Rasulullah Saw. seraya bertanya: ‘Ya Rasulallah, apakah hak seorang suami atas istrinya?’ Rasulullah Saw. menjawab: ‘Istri tidak boleh menolak ajakan suaminya, meskipun dia sedang berada diatas punggung unta (kendaraan)’.”Rasulullah Saw. juga bersabda:”Ketika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, kemudian dia menolak, maka para malaikat akan melaknatnya hingga waktu subuh tiba”Dijelaskan, kekhawatiran istri akan anaknya yang sedang menyusu tidak termasuk uzur, sebab sebenarnya sperma suami akan dapat memperbanyak air susu istri.

Qurratul Uyun,Syarah Nazham Ibnu Yamun

Karya: Muhammad At-Tihami Ibnul Madani Kanu

bersambung…………….

di balik kata al-mahabbah












al mahabah merupan salah satu dari istilah istilah cinta dari 50 kategori yang tersebut dalam buku “taman orang-orang jatuh cinta dan memendam rindukarya Ibnu qayyim al jauziyah.

al mahabbah (kasih sayang) makna asalnya adalah bening dan bersih .sebab bengasa arab menyebut istilah bening ini untuk gigi yang putih.ada pendapat lain,yang di ambilkan dari kata al-habbab yaitu air yang meluap setelah turun hujan yang lebat .dari sini dapat di artikan bahwa al-mahabbah adalah luapan hati dan gejolaknya saat di rundung keinginan untuk bertemu dengan sang kekasih.Ada pula yang mengartikan tenang dan teguh,seperti onta yang tenang dan tidak mau bangun lagi setelah menderum.

jadi seakan-akan orang yang mencintai itu telah mantap hatinya terhadap orang yang dicintai dan tidak terbetik untuk beralih darinya.tapi ada yang justru mengartikan sebaliknya.yaitu gundah dan tidak tetap.maka anting-anting di sebut dengan kata hiba,karena ia tidak pernah diam dan tetap berada di telinga ,seorang penyaing berkata:

“ular tidak pernah diam

di tempat siap menerkam”

Ada pula yang berpendapat bahwa kata al-mahabbah berasal dari al-habbu artinya inti sesuatu,biji tanaman atau pepohonan dan asal muasalnya.tapi ada yang mengartikannya gelas besar untuk mencampur sesuatu agar muat banyak.Hati orang yang mencintai tidak mempunyai tempat yang lapang kecuali bagi orang yang di cintainya.

Ada yang mengartikan usungan bejana atau lainnya,yang menjamin keamanannya.Cinta di artikan seperti ini karena orang yang mencintai mau memikul beban yang berat demi orang yang di cintainya.seperti usungan yang di bebani barang yang di letakkan di atasnya.

ada pula yang berpendapat ,kata ini berasal dari buah hati.Cinta di namakan seperti ini karena cinta itu bisa sampai ke buah hatinya.hal ini serupa dengan perkataan manusia,”menunggungi jika punggung beradu punggung,mengepalai jika kepala beradu kepala,membatin jika batin beradu batin”tetapi perbuatan ini terjadi jika kedua belah pihak saling aktif.Sedangkan dalam cinta,pengaruhnya saja yang sampai kepada orang yang di cintai.

seorang penyair mengatakan:

“kini engkau sudah datang

dan jangan engkau ragukan

diriku sebagai orang yang layak di cintai

dan memiliki kehormatan diri”

kata al-mahabbah (orang yang di cintai) berasal dari kata kerja af’ala sedangkan habib lebih banyak di gunakan dengan pengertian al-mahabah (yang di cintai).seorang penyair mengatakan:

“kuhampiri malam hari

agar menjadi kekasih hati.

tiada hutang yang ada

justru aku mencarinya”

namun kadangkala mereka juga menggunakan kata itu dengan pengertian al-muhibb(orang yang mencinta).

jika kata habib bisa di artikan orang yang di cintai dan bisa di artikan orang yang mencintai.sedangkan kata al-hibbu dengan mengkasrahkan huruf ha’ juga sama artinya dengan al-hubbu.

banyak pendapat tentang batasan makna al-mahabah ada yang berpendapat artinya adalah kecenderungan secara terus menerus dengan di sertai hati yang meluap-luap.Ada yang berpendapat,artinya mendahulukan kepentingan orang yang di cintai ketimbang hal-hal lain di sekitarnya.ada yang berpendapat,artinya menuruti keinginan orang yang di cintai,baik tatkala kekasih ada di sampingnya atau tidak ada di sampingnya.ada yang berpendapat,artinya menyatukan keinginan orang yang mencintai dan di cintai .ada yang berpendapat artinya mendahulukan keinginan orang yang di cintai .ada yang berpendapat artinya pengabdian.

ada yang berpendapat,artinya menyedikitkan yang banyak dan memperbanyak yang sedikit demi orang yang di cintai.ada yang berpendapat ,artinya hati yang mencintai tak terbendung untuk tidak mengingat orang yang di cintai.ada yang berpendapat ,artinya yang hakiki ialah menyerahkan apapun yang ada pada dirimu kepada orang yang di cintai,sehingga tak ada lagi yang menyisa.ada yang berpendapat artinya engkau harus menyingkirkan apa pun yang ada di dalam hatinya kecuali orang yang di cintai.ada yang berpendapat ,artinya kecemburuan terhadap orang yang di cintai,seandainya kehormatannya ada yang berkurang.

ada yang berpendapat ,artinya bara yang membakar hati karena keinginan orang yang di cintai .ada pula yang berpendapat,artinya mengingat sang kekasih sebanyak napas yang berhembus,sebagaimana yang di katakan penyair:

“dia ingin engkau lalai

namun ingatan tetap terpatri”

ada yang berependapat artinya hati yang buta untuk melihat selain orang yang di cintai.tuli untuk mendengar selainnya, seperti yang di katakan dalam syair:

“khubbu lisai’in yu’mi wa yusim”

kecintaan kepada sesuatu bisa membuat buta dan tuli (HR .Ahmad)



ada pula yang berpendapat , artinya kecendrungan secara total pada orang yang dicintai,kemudian engkau mengikutinya secara sembunyi atau terang-terangan.ada yang berependapat,artinya usahamu untuk membuat sang kekasih ridha.ada yang berependapat artinya tenang tapi gundah,gundah tapi tenang,hati menjadi gundah kecuali setelah berdekatan dengan sang kekasih,hati menjadi gundah karena rindu kepadanya,dan menjadi tenang tatkala berdekatan dengannya.inilah makna perkataan mereka al-mahabbah adalah gerakan hati yang tiada henti mengingat sang kekasih dan ketenangannya tatkala bersanding dengannya.ada yang berpendapat,artinya berdampingan dengan orang yang di cintai selama-lamanya,seperti yang di katakan dalam syair:

“aku merasa aneh terhadap diriku

karena aku mencintai mereka

kutanya setiap orang berlalu

padahal mereka bersanding bersama

mataku mencari-cari selalu

padahal mereka tetap di tempatnya

hatimu di rundung rindu

padahal mereka ada di antara tulang iga”

ada yang berpendapat ,artinya orang yang di cintai harus lebih dekat dengan orang yang mencintai ,ketimbang ruhnya sendiri,seperti yang di katakan dalam sebuah syair:

“wahai yang bersemayam di dalam rasa dan diriku

engkau jauh dari penglihatan dan pandangan

engkau adalah ruhku jika aku tak memandangmu

dia lebih dekat denganku dari segala yang berdekatan”

ada pula yang berpendapat ,artinya keinginan agar yang di cintai selalu hadir di sisi orang yang mencintai.seperti yang di katakan dalam sebuah syair:

“Angan-angan tentang dirimu ada di mataku

ingatan tentang dirimu ada di mulutku

tempat kembalimu ada di mulutku

tapi kemanakah engkau hilang dariku?”

ada yang berpendapat ,artinya harus ada keseimbangan antara jauh dan dekatnya orang yang di cintai dengan orang yang mencintai .sebagaimana yang di katakan dalam sebuah syair:

“wahai yang bersemayam di antara perut dan iga

sekalipun tempat tinggalnya berjauhan dariku

kasih sayang tercurah untuk senantiasa mencinta

jika engkau tiada menggapainya ia akan membumbung”

ada yang berependapat,artinya keteguhan hati terhadap orang yang di cintai dalam menghadapi canda dan menganggap kritikan serta celaan sebagai angin lalu,sebagaimana yang di katakan dalam syair:

“keteguhanku berdiri tegar bersama dirimu

aku tiada peduli yang datang dahulu atau kemudian

engkau membuatku tak peduli dan memang aku begitu

terhadap orang yang menghinamu atau memuliakan

kucintai mereka seakan-akan engkau musuhku

berasamamu dan bersama mereka sama-sama ada kebahagiaan

ada kenikmatan karena celaan mereka karena mencintaimu

biarkan mencercaku mereka yang suka melancarkan cercaan”

“Uthlubul hawa-ij bi’izzatil anfus, fainnal umuura bil maqoodir” Artinya: “Carilah kebutuhan hidup dengan tetap menjaga kemulyaan jiwa. Sesungguhnya semua perkara itu bergulir dengan taqdir Allah SWT.”


perang salib

Apakah perang salib (491–692 H/1097–1292 M) itu? Ada yang menjawab bahwa gerakan itu tidak lepas dari rangkaian pertentangan antara Barat dan Timur, seperti antara Persia dan Romawi, kemudian lenyap dan meletus lagi dengan dahsyat dalam bentuk pertentangan agama antara Islam (Timur) dan Kristen (Barat)

Ada juga yang memberikan jawaban bahwa gerakan itu tidak lepas dari rangkaian perpindahan penduduk Eropa setelah kejatuhan imperiun Barat pada abad ke-5. Sebagian lagi menyodorkan jawaban bahwa gerakan itu merupakan kebangkitan kembali agama di Eropa Barat yang dimulai sejak abad ke-10 dan mencapai puncaknya pada abad ke-11. Pada abad-abad sebelumnya “jemaah haji” Kristen ke Bait al-Maqdis dari Eropa Barat bisa dihitung dengan jari. Namun, pada abad ke-11 datang ratusan jemaah yang dipimpin oleh uskup dan bangsawan dalam bentuk demonstrasi keagamaan secara damai menuju tempat-tempat suci di Syam.

Perang Salib yang dikumandangkan mulai tahun 1095 merupakan wujud ‘gerakan haji’ secara masal ke Bait al-Maqdis yang sebelumnya dilakukan secara damai, kini dilakukan melalui peperangan dan permusuhan. Alasannya, karena di Eropa Barat tersebut tersebar berita-mungkin dilebih-lebihkan, mungkin pula semacam hasutan dengan menggunakan sentimen agama-bahwa jemaah haji itu sering mendapat gangguan dari kaum muslimin, terutama setelah dinasti Salajiqah menguasai Bait al-Maqdis pada tahun 1071, kemudian menguasai Antioch tahun 1085 dan mengusir orang-orang Bizantium dari sana. Inilah yang meyakinkan orang Barat akan perlunya menggunakan kekerasan dalam rangka pengamanan jemaah haji dari Eropa Barat ke Syam.

Dr. Said Abd Fatah ‘Asyur, dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Syed Ahmad Semait, Perang Salib, menyimpulkan sebagai berikut. “Perang salib adalah gerakan besar-besaran pada abad pertengahan, yang bersumber dari Kristen Eropa Barat, berbentuk serangan penjajahan atas negara-negara kaum muslimin, khususnya di Timur Dekat dengan maksud menguasainya. Gerakan ini bersumber dari kondisi pikiran, sosial, ekonomi, dan agama yang menguasai Eropa Barat pada abad ke-11. Tindakan itu diambil setelah ada permintaan bantuan dari orang-orang Kristen Timur dalam melawan kaum muslimin dengan memakai tirai agama untuk menyatakan keinginan dirinya agar terbukti dalam bentuk tindakan secar meluas.

Kondisi masarakat Eropa Barat menjadi penyebab terjadinya perang salib itu. Motifnya pun sangat kompleks. Baik agama, sosial, politik, maupun ekonomi semuanya berjalin-kelindan. Faktor agama memang diaktifkan untuk membangkitkan semangat yang menyeluruh dan kesediaan berkorban. Namun, agama bukanlah satu-satunya faktor pembangkit perang salib

faktor-faktornya

Faktor-Faktor Pendorong Perang Salib

Sebab-sebab terjadinya Perang Salib secara umum di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Adanya desakan dinasti Salajiqah terhadap posisi dan kedudukan kekuasaan Bizantyium di Syam dan Asia Kecil. Bahkan, Bizantium merasa lebih terancam setelah Salajiqah memenangkan pertempuran yang sangat menentukan di Muzikert pada tahun 1071. Karena itu, tidak heran kalau Emperor meminta bantuan dari Eropa Barat, termasuk dari Paus yang kekuasaannya cukup besar.

(2) Faktor agama. Faktor ini cukup dominan dalam mengobarkan Perang Salib meskipun persoalannya sebenarnya cukup kompleks. Agama Kristen berkembang pesat di Eropa Barat terutama setelah Paus mengadakan pembaruan. Sementara itu, Kristen mendapat saingan agama-agama lain, terutama Islam yang berjaya mengambil alih kekuasaan Bizantium di Timur yang juga menganut agama Kristen seperti Siria, Asia Kecil, dan Spanyol. Spanyol adalah benteng Eropa bagian barat dan Konstantinofel adalah benteng Eropa sebelah timur. Kedua pintu gerbang ini telah digempur kaum muslimin sejak dinasti Bani Umayyah, dilanjutkan oleh dinasti ‘Abbasiah, kemudian dinasti Saljuq. Oleh karena itu, tidak heran kalau Eropa merasa gentar menghadapi perkembangan kekuasaaan Islam yang dianggapnya sebagai pesaing.

Sementara itu, pada abad ke-11 kedudukan Paus mulai diangap penting. Ia menjadi pemimpin semua aliran Kristen, baik di Barat maupun di Timur. Ia berambisi untuk menyatukan semua gereja. Pada waktu itu gereja terpecah menjadi dua: gereja Barat dan gereja Timur, itu terjadi setelah Konferensi Rum pada tahun 869 M dan Konferensi Konstantinofel pada tahun 879 M. Mereka berbeda paham tentang roh Kudus.

Paus berusaha menundukan gereja ortodok Timur, tetapi pertentangan antara gereja Barat dengan kekaisaran Bizantium menghambat niat Paus ini. Datanglah peluang emas bagi Paus untuk melaksanakan niatnya itu ketika ada permintaan bantuan dari Bizantium untuk menghadapi tekanan Salajiqah. Peluang emas ini dimanfaatkan juga agar Paus muncul sebagai pemimpin tunggal untuk semua rakyat masehi dalam berjuang melawan kaum muslimin, dan sekaligus bercita-cita menyatukan gereja Timur dan gereja Barat di bawah pimpinan Paus Butros. Semuanya dilakukan dengan memakai kedok agama untuk memerangi kaum muslimin, menyelamatkan Bizantium, dan mengembalikan tanah-tanah suci di Palestina.

Pada tahun 1009 gereja Al-Qiyamah dihancurkan oleh Al-Hakim sehingga “jemaah haji” Kristen mengalami gangguan ketika melewati Asia Kecil. Sentimen agama ini terlalu dibesar-besarkan di Eropa Barat. Seorang paderi, Patriarch Ermite, menjelang perang Salib berkeliling Eropa. Dengan berpakaian compang-camping, kaki telanjang dan mengendarai keledai, ia berpidato sambil menceritakan penghinaan pemerintah Saljuq terhadap kesucian Nabi Isa. Dengan cara ini, ia berhasil mengumpulkan ribuan orang untuk menyerbu Bait al-Maqdis demi kesucian agama mereka. Karena semata-mata didorong oleh sentimen agama, tanpa organisasi dan perencanaan yang matang, tentara mereka yang sebagian rakyat biasa akhirmnya kandas di perjalanan. Begitulah sebagaimana diutarakan Dr. Shalaby dengan mengutif karya Wells, A Short History of the Midle East.

(3) Faktor ekonomi. Faktor ini juga turut berperan dalam mendorong terjadiny Perang Salib. Ketika Eropa Barat-terutama Prancis-melancarkan propaganda perang Salib, negaranya sedang sedang menghadapi krisis ekonomi. Karena itu, sejumlah besar golongan faqir dan kaum kriminal menyambut seruan ini, bukan karena panggilan agama, tetapi karena panggilan perut. Buktinya, mereka merampok serta merampas

makanan dan harta benda sesama orang Kristen dalam perjalanan menuju Konstantinopel ketika menyerbu Bait al-Maqdis. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama mereka.

Selain itu, saat itu timbul “tiga besar” (Venice, Genoa, dan Pisa) yang ditopang oleh pemerintahan Italia, yang memberikan bantuan terutama berupa armada laut. Pemerintah Italia bermaksud hendak menguasai dan menduduki pelabuhan-pelabuhan timur dan selatan Mediterania, seperti pelabuhan-pelabuhan di Syam, supaya perdagangan Timur dan Barat dapat mereka kuasai.

Kepentingan ekonomi ini nampak ketika tentara Salib mengarahkan serangannya ke Mesir.

(4) Faktor sosial-politik juga memainkan peranan yang dominan dalam konflik Perang Salib ini. Hal itu dapat dilihat dari gejala berikut.

Pertama, masyarakat Eropa pada abad pertengahan terbagi atas tiga kelompok: (1) kelompok agamawan yang terdiri dari orang-orang gereja dan orang-orang biasa; (2) kelompok ahli perang yang terdiri dari para bangsawan dan penunggang kuda (knights); dan (3) kelompok petani dan hamba sahaya. Dua kelompok pertama merupakan kelompok minoritas yang secara keseluruhan merupakan institusi yang berkuasa dipandang dari segi sosial-politik yang aristokratis, sedangkan kelompok ketiga merupakan mayoritas yang dikuasai oleh kelompok pertama dan kedua, yang harus bekerja keras terutama untuk memenuhi kebtuhan kedua kelompok tersebut. Karena itu, kelompok ketiga ini secara spontan menyambut baik propaganda perang Salib. Bagi mereka, kalaupun harus mati, lebih baik mati suci daripada mati kelaparan dan hina, mati sebagai hamba. Kalau bernasib baik, selamat sampai ke Bait al-Maqdis, mereka mempunyai harapan baru: hidup yang lebih baik daripada di negeri sendiri.

Kedua, sistem masyarakat feodal, selain mengakibatkan timbulnya golongan tertindas, juga menimbulkan konflik sosial yang merujuk kepada kepentingan status sosial dan ekonomi, misalnya sebagai berikut. (1) Sebagian bangsawan Eropa bercita-cita, dalam kesempatan perang Salib ini, mendapat tanah baru di Timur. Hal ini menarik mereka karena tanah-tanah di Timur subur, udaranya tidak dingin, dan harapan mereka bahwa tanah itu aman di banding dengan di Eropa yang sering terlibat peperangan satu sama lain. Dalam proses perang Salib nanti akan nampak bahwa dorongan ini merupakan faktor terlemah tentara Salib karena timbul persaingan bahkan konflik.

(2) Undang-undang masyarakat feodal mengenai warisan menyebabkan sebagian generasi muda menjadi miskin karena hak waris hanya dimiliki anak sulung. Dengan mengembara ke Timur, melalui perang Salib, anak-anak muda ini berharap akan memiliki tanah dan memperoleh kekayaan.

(3) Permusuhan yang tak kunjung padam antara pembesar-pembesar feodal telah melahirkan pahlawan yang kerjanya hanya berperang. Kepahlawanan dalam berperang adalah kesukaan mereka. Ketika propaganda perang Salib dilancarkan, mereka bangkit hendak menunjukan kepahlawanannya. Kepahlawanan mereka selama ini disalurkan melalui olahraga sehingga mereka kurang memperoleh kepuasan.

(4) Besarnya kekuasaan Paus pada abad pertengahan, yang nampak dari ketidakberdayaan raja untuk menolak permintaan Paus. Kalau raja menolak, ia dikucilkan oleh gereja yang mengakibatkan turunnya wibawa raja di mata rakyat. Hal ini terbukti ketika raja Frederik II terpaksa turut berperang dengan membawa tentara

yang sedikit, dan membelok ke Syam ketika ia seharusnya memberikan bantuan ke Mesir (Dimyat). Ia tidak bersemangat untuk berperang. Ia menghubungi Sultan al-Malik al-Kamil untuk menerangkan posisinya bahwa ia tidak membawa misi suci (dorongan gereja). Karena itu, ia memintanya untuk menjaga rahasianya (menipu Paus) agar tidak diketahui orang Jerman.

Nanti akan kita lihat bahwa Frederik II menempuh perdamaian dengan Al-Kamil, suatu perdamaian yang oleh Paus dianggap tidak memuaskan.

Demikianlah uraian tentang beberapa sebab dan motif terjadinya Perang Salib yang oleh K. Hitti disebutkan sebagai “Complexity on causation and motivation”.

Para ahli sejarah meyakini bahwa sentimen agama pertama kali dikobarkan oleh Paus Urban II melalui khotbahnya tanggal 26-11-1095, di Council of Clermont. Council ini dihadiri oleh orang-orang gereja dan raja-raja Eropa. Seruan Paus yang terkenal dan cukup efektif antara lain: “Enter upon the road to the holy spulcrhe, wrest it from the wicked race and subject it”. (Nurhakim Zaki)

kisah

1.Indahnya Beristrikan Seorang Sholihah

Hari itu merupakan hari bahagiaku, alhamdulillah. Aku telah menyempurnakan separo dienku: menikah. Aku benar-benar bahagia sehingga tak lupa setiap sepertiga malam terakhir aku mengucap puji syukur kepada-Nya.

Hari demi hari pun aku lalui dengan kebahagiaan bersama istri tercintaku. Aku tidak menyangka, begitu sayangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadaku dengan memberikan seorang pendamping yang setiap waktu selalu mengingatkanku ketika aku lalai kepada-Nya. Wajahnya yang tertutup cadar, menambah hatiku tenang.

Yang lebih bersyukur lagi, hatiku terasa tenteram ketika harus meninggalkan istri untuk bekerja. Saat pergi dan pulang kerja, senyuman indahnya selalu menyambutku sebelum aku berucap salam. Bahkan, sampai saat ini aku belum bisa mendahului ucapan salamnya karena selalu terdahului olehnya. Subhanallah.

Wida, begitulah nama istri shalihahku. Usianya lebih tua dua tahun dari aku. Sekalipun usianya lebih tua, dia belum pernah berkata lebih keras daripada perkataanku. Setiap yang aku perintahkan, selalu dituruti dengan senyuman indahnya.

Sempat aku mencobanya memerintah berbohong dengan mengatakan kalau nanti ada yang mencariku, katakanlah aku tidak ada. Mendengar itu, istriku langsung menangis dan memelukku seraya berujar, “Apakah Aa’ (Kakanda) tega membiarkan aku berada di neraka karena perbuatan ini?”

Aku pun tersenyum, lalu kukatakan bahwa itu hanya ingin mencoba keimanannya. Mendengar itu, langsung saja aku mendapat cubitan kecil darinya dan kami pun tertawa.

Sungguh, ini adalah kebahagiaan yang teramat sangat sehingga jika aku harus menggambarkanya, aku tak akan bisa. Dan sangat benar apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dunia hanyalah kesenangan sementara dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih baik daripada istri shalihah.” (Riwayat An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Hari terus berganti dan tak terasa usia pernikahanku sudah lima bulan. Masya Allah.

Suatu malam istriku menangis tersedu-sedu, sehingga membangunkanku yang tengah tertidur. Merasa heran, aku pun bertanya kenapa dia menangis malam-malam begini.

Istriku hanya diam tertunduk dan masih dalam isakan tangisnya. Aku peluk erat dan aku belai rambutnya yang hitam pekat. Aku coba bertanya sekali lagi, apa penyebabnya? Setahuku, istriku cuma menangis ketika dalam keadaan shalat malam, tidak seperti malam itu.

Akhirnya, dengan berat hati istriku menceritakan penyebabnya. Astaghfirullah…alhamdulillah, aku terperanjat dan juga bahagia mendengar alasannya menangis. Istriku bilang, dia sedang hamil tiga bulan dan malam itu lagi mengidam. Dia ingin makan mie ayam kesukaanya tapi takut aku marah jika permohonannya itu diutarakan. Terlebih malam-malam begini, dia tidak mau merepotkanku.

Demi istri tersayang, malam itu aku bergegas meluncur mencari mie ayam kesukaannya. Alhamdulillah, walau memerlukan waktu yang lama dan harus mengiba kepada tukang mie (karena sudah tutup), akhirnya aku pun mendapatkannya.

Awalnya, tukang mie enggan memenuhi permintaanku. Namun setelah aku ceritakan apa yang terjadi, tukang mie itu pun tersenyum dan langsung menuju dapurnya. Tak lama kemudian memberikan bingkisan kecil berisi mie ayam permintaan istriku.

Ketika aku hendak membayar, dengan santun tukang mie tersebut berujar, “Nak, simpanlah uang itu buat anakmu kelak karena malam ini bapak merasa bahagia bisa menolong kamu. Sungguh pembalasan Allah lebih aku utamakan.”

Aku terenyuh. Begitu ikhlasnya si penjual mie itu. Setelah mengucapkan syukur dan tak lupa berterima kasih, aku pamit. Aku lihat senyumannya mengantar kepergianku.

“Alhamdulillah,” kata istriku ketika aku ceritakan begitu baiknya tukang mie itu. “Allah begitu sayang kepada kita dan ini harus kita syukuri, sungguh Allah akan menggantinya dengan pahala berlipat apa yang kita dan bapak itu lakukan malam ini,” katanya. Aku pun mengaminkannya.

2.Kisah Kegundahan Seorang Yang Soleh Tentang Putrinya

Kisah perjalanan batin seorang ulama, melalui doa, rasa kecewa, takut, marah, khawatir, hingga mendapatkan hidayah, bahwa putri bungsunya yang progressive/agresive ternyata tetap dalam lindungan dan Jalannya Allah S.W.T.

Medan, 15 Juni 1975

Hari ini engkau terlahir ke dunia, anakku. Meski tidak seperti harapanku bertahun-tahun merindukan kehadiran seorang anak laki-laki, aku tetap bersyukur engkau lahir dengan selamat setelah melalui jalan divakum. Telah kupersiapkan sebuah nama untukmu; Qaulan Syadida..Aku sangat terkesan dengan janji Allah dalam surat Al-Ahzab ayat tujuh puluh, maknanya perkataan yang benar. Harapanku engkau kelak menjadi seorang yang kaya iman dan memperoleh fauzan’adzima, kemenangan yang besar seperti yang engkau telah dijanjikan Allah dalam Al-Quran. Sungguh kelahiranmu telah mengajarkanku makna bersyukur…

1981 Tahun ini engkau memasuki sekolah dasar. Usiamu belum genap enam tahun. Tetapi engkau terus merengek minta disekolahkan seperti saudarimu. Engkau berbeda dari keempat kakakmu terdahulu. Bagaimana engkau dengan gagah tanpa ragu atau malu-malu melangkah memasuki ruang kelasmu. Bahkan engkau tak minta dijemput. Saat ini aku mulai menyadari sifat keberanian yang tumbuh dalam dirimu yang tak kutemukan dalam diri saudarimu yang lain.

1987 Putriku, sungguh aku pantas bangga padamu. Tahun ini engkau ikut Cerdas Cermat tingkat nasional di TVRI. Dengan bangga aku menyaksikan engkau tampil penuh percayar diri di layar kaca dan aku pun bisa berkata pada teman-temanku; itu anakku Qaulan…Meski tidak juara pertama, aku tetap bangga padamu. Namun di balik rasa banggaku padamu selalu terbesit satu kekhawatiran akan sikapmu yang agak aneh dalam pengamatanku. Tidak seperti keempat kakakmu yang kalem dan cendrung memilik sifat-sifat perempuan, engkaujustru sangat angresif, pemberani, agak keras kepala, meski tetap santun padaku dan selalu juara kelas.

Jika hari Ahad tiba, engkau lebih suka membantuku membersihkan taman, mengecat pagar, atau memegangi tangga bila aku memanjat membetulkan bocor. Engkau lebih sering mendampingiku dan bertanya tentang alat-alat pertukangan ketimbang membantu ibumu memasak di dapur seperti saudarimu yang lain.

Kebersamaan dan kedekatanmu denganku, membuatku sering meperlakukanmu sebagai anak lelakiku, dengan senang hati aku menjawab pertanyaan-pertanyaanmu, membekalimu dengan pengatahuan dan permainan untuk anak lelaki. Tak jarang kita berdua pergi memancing atau sekedar menaikkan layang-layang sore hari di lapangan madrasah tempat aku mengajar.

Putriku, sungguh kekhawatiranku berbuah juga. Engkau menolak bersekolah di tsanawiyah seperti saudarimu. Diam-diam tanpa sepengetahuanku engkau telah mendaftar di sebuah SMP negeri. Bukan kepalang kemarahanku. Untunglah ibumu datang membelamu, jika tidak mungkin tangan ini sudah berpindah ke pipimu yang putih mulus. Tegarnya watakmu, bahkan tak setetes airmata jatuh dari kedua matamu yang tajam menatapku.

Putriku, jika aku marah padamu semata-mata karena aku khawatir engkau larut dalam pola pergaulan yang tak benar, anakku. Terlebih-lebih saat engkau menolak mengenakan jilbab seperti keempat kakakmu. Betapa sedih dan kecewa hatiku melihatmu, Nak…

1993 Tahun ini engkau menamatkan SMAmu. Engaku tumbuh menjadi gadis cantik, periang, pemberani, dan banyak teman. Temanmu mulai dari tukang kebun sampai tukang becak, wartawan, bahkan menurut ibumu pernah anggota Kopassus datang mencarimu.

Putriku, disetiap bangun pagiku, aku seolah tak percaya engkau adalah putriku, putri seorang yang sering dipanggil Ustadz, putri seorang kepala madrasah, putri seorang pendiri perguruan Islam…

Putriku, entah mengapa aku merasa seperti kehilanganmu. Sedih rasanya berlama-lama menatapmu dengan potongan rambut hanya berbeda beberapa senti dengan rambutku. Biar praktis dan sehat; berkali-kali itu alasan yang kau kabarkan lewat ibumu. Jika terjadi sesuatu yang tidak baik pada dirimu selama melewati usia remajamu, putriku maka akulah orang yang paling bertanggung jawab atas kesalahan itu. Aku tidak behasil mendidikmu dengan cara yang Islami.

Dalam doa-doa malamku selalu kebermohon pada Rabbul ‘Izzati agar engkau dipelihara olehNya ketika lepas dari pengawasan dan pandangan mataku. Kesedihan makin bertambah takkala diam-diam engkau ikut UMPTN dan lulus di fakultas teknik. Fakultas teknik, putriku? Ya Rabbana, aku tak sanggup membayangkan engkau menuntut ilmu berbaur dengan ratusan anak laki-laki dan bukan satupun mahrommu?

Dalam silsilah keluarga kita tidak satupun anak perempuan belajar ilmu teknik, anakku. Keempat kakakmu menimba ilmu di institut agama dan ilmu keguruan. Ya, silsilah keluarga kita adalah keluarga guru, anakku. Engkau kemukakan sejumlah alasan, bahwa Islam juga butuh arsitek, butuh teknokrat, Islam bukan tentang ibadah melulu…Baiklah, aku sudah terlalu lelah menghadapimu, aku terima segala argumen dan pemikiranmu,putriku..

Dan aku akan lebih bisa menerima seandainya engkau juga mengenakan busana Muslimah saat memulai masa kuliahmu.

1995 Tahun ini tidak akan pernah kulupakan. Akan kucatat baik-baik…Engkau putriku, yang selalu kusebut namamu dalam doa-doaku, kiranya Allah S.W.T mendengar dan mengabulkan pintaku. Ketika engkau pulang dari kuliahmu; subhannalah! Engkau sangat cantik dengan jilbab dan baju panjangmu, aku sampai tidak mengenalimu, putriku. Engkau telah berubah, putriku.. Apa sesungguhnya yang engkau dapati di luar sana. Bertahun-tahun aku mengajarkan padamu tentang kewajiban Muslimah menutup aurat, tak sekalipun engkau cela perkataanku meski tak sekalipun juga engkau indahkan anjuranku. Dua tahun di bangku kuliah, tiba-tiba engkau mengenakan busana takwa itu? Apa pula yang telah membuatmu begitu mudah menerima kebenaran ini? Putriku, setelah sekian lamanya waktu berlalu, kembali engkau mengajarkan padaku tentang hakikat dan makna bersyukur.

1997 Putriku, kini aku menulis dengan suasana yang lain. Ada begitu banyak asa tersimpan di hatiku melihat perubahan yang terjadi dalam dirimu. Engkau menjadi sangat santun, bahkan terlihat lebih dewasa dari keempat saudarimu yang kini telah berumah tangga semuanya. Kini, hanya engkau aku dan ibumu yang mendiami rumah ini.

Kurasakan rumah kita seolah-olah berpendar cahaya setiap saat dilantuni tilawah panjangmu. Gemercik suara air tengah malam menjadi irama yang kuhafal dan pantas kurenungi.

Putriku, jika aku pernah merasa bahagia, maka saat paling bahagia yang pernah kurasakan di dunia adalah saat ketika diam-diam aku memergokimu tengah menangis dalam sujud malammu….

Selalu kuyakinkan diriku bahwa akulah si pemilik mutiara cahaya hati itu, yaitu engkau putriku…

1998 Putriku, kalau saat ini aku merasa sangat bangga padamu, maka itu amat beralasan. Engkau telah lulus menjadi sarjana dengan predikat cum laude. Keharuan yang menyesak dadaku mengalahkan puluhan tanya ibumu, diantaranya; mengapa engkau tidak punya teman pendamping pria seperti kakak-kakakmu terdahulu? Engkau begitu sederhana, putriku, tanpa polesan apapun seperti lazimnya mereka yang akan berangkat wisuda, semua itu justru membuatku semakin bangga padamu. Entah darimana engkau bisa belajar begitu banyak tentang kebenaran, anakku…

Jika hari ini aku meneteskan airmata saat melihatmu dilantik, itu adalah airmata kekaguman melihat kesungguhan, ketegaran, serta prinsip yangengkau pegan teguh. Dalam hal ini akupun mesti belajar darimu, putriku…

1 Agustus 1999

Putriku, bulan ini usiaku memasuki bilangan enampuluh tiga. Aku teringat Rasulullah mengakhiri masa dakwahnya didunia pada usia yang sama.

Akhir-akhir ini tubuhku terasa semakin melemah. Penyakit jantung yang kuderita selama bertahun-tahun kemarin mendadak kumat, saat kudapati jawaban diluar dugaan dari keempat saudarimu. Tidak satu pun dari mereka bersedia meneruskan perguruan yang telah kubina selama puluhan tahun. Aku sangat maklum, mereka tentu mempunyai pertimbangan yang lain, yaitu para suami mereka.

Sedih hatiku melihat mereka yang telah kudidik sesuai dengan keinginanku kini seolah-oleh bersekutu menjauhiku.

Jika aku menulis diatas tempat tidur rumah sakit ini, itu dengan kondisi sangat lemah, putriku. Aku tak tahu pasti kapan Allah memanggilku. Putriku….kutitipkan buku harianku ini pada ibumu agar diserahkan padamu. Aku percaya padamu…Jika aku memberikan buku ini padamu, itu karena aku ingin engkau mengetahui betapa besar cintaku padamu, mengapa dulu aku sering memarahimu..maafkan buya, putriku…

Kini hanya engkau satu-satunya harapanku…Aku percaya perguruan yang telah kubangun dengan tanganku sendiri ini padamu. Aku bercita-cita mengembangkannya menjadi sebuah pesantren. Engkau masih ingat lapangan tempat kita dulu menaikkan layangan? Itu adalah tanah warisan almarhum kakekmu.

Di lapangan itulah kurencanakan berdiri bangunan asrama tempat para santri bermukim. Engkau seorang arsitek, anakku, tentu lebih memahami bangunan macam apa yang sesuai untuk kebutuhan sebuah asrama pesantren…

Kuserahkan sepenuhnya kepadamu, juga untuk mengelolanya nanti. Sebab aku yakin, dari tanganmu, dari hatimu yang jernih, dari perkataan dan tindakanmu yang selalu sejalan dengan kebenaran akan terlahir sebuah fauzan’adzima, kemenangan yang besar, seperti yang telah Allah janjikan, yakinlah, putriku…

Dalam diri dan jiwamu kini terhimpun beragam kapasitas keilmuan dunia dan akhirat. Kini kusadari engkau bukan saja sekedar terlahir dari rahim ibumu, tetapi juga lahir dari rahim bernama Hidayah. Semoga Allah menyertai dan memudahkan jalan yang akan engkau lalui, putriku. Amien Ya Rabbal ‘Alamiin.

12 Agustus 1999

Rabbi, jika airmata ini bukan tumpah, bukan karena aku tidak mengikhlaskan buyaku Engkau panggil, tapi sebab aku belum mengenali buyaku selama ini, seutuhnya. Sebab hanya seujung kuku baktiku padanya. Rabbi, perkenankan aku menjalankan amanah Buya dengan segenap radhi-Mu. hanya Engkau..ya Mujib…

(Sumber : Edi S. Kurniawan, Muhammad Haryadi, e-mail : Riyadi_albatawy@yahoo.co.id)

3.kisah si fulan dan malaikat izrail

Ada seorang hamba yang begitu taat kepada Tuhan. Sebut saja namanya Fulan. Fulan sangat rajin beribadah. Pendeknya, Fulan ini tak pernah lalai sekalu pun kepada Allah SWT’

Suatu hari ada yang bertemu ke rumah Fulan. Betapa kaget Fulan ketika mengetahui siapa gerangan yang datang bertamu. Tamu itu ternyata Izrail, malaikat pencabut nyawa. Terjadilah tanya jawab antara Fulan dengan tamunya itu.

“Wahai sahabatku, Izrail! Apakah perihal kedatanganmu ke mari adalah atas perintah Tuhan untuk mencbut nyawaku, ataukah hanya kunjungan biasa?”
“Ya, Fulan sahabatku! Kedatanganku kali ini tidak dalam rangka mencabut nyawamu. Kedatanganku ini hanya kunjungan biasa. Kunjungan seorang sahabat kepada sahabatnya.”

Mendengar penjelasan Izrail, maka seketika bersinarlah wajah Fulan karena gembiranya. Mereka lalu berckap-cakap sampai tiba saatnya Izrail akan pamit.
“Wahai sahabatku, Izrail! Sebagai tanda persahabatan kita, aku ada harapan kepadamu kiranya engkau tidak berkeberatan untuk mengabulkannya.”
“Gerangan apakah permohonanmu itu, hai Fulan sahabatku?”
“Begini, ya Izrail. Jika nanti kau datang lagi kepadaku dengan maksud untuk mencabut nyawaku, maka mohon kiranya engkau mau mengirimkan seorang utusan kepadaku terlebih dahulu. Jika demikian, maka aku ada waktu untuk bersiap-siap menyambut kedatanganmu.”
“Oh, begitu? Hai, Fulan, kalau hanya itu permohonanmu, aku kabulkan. Aku berjanji akan mengirimkan utusan itu kepadamu.

Gembiralah Fulan menerima janji Izrail. Rupanya Izrail ini berbaik hati mau mengabulkan harapanku, demikian pikir Fulan.

Demikian kisahnya, waktu pun berjalan. Tahun berganti tahun. Tak terasa bahwa pertemuan antara Fulan dengan Izrail telah sekian lama berlalu. Kehidupan berlangsung tersus sampai suatu ketika Fulan kaget sekali. Tak disangka-sangka sebelumnya Izrail muncul di rumahnya. Fulan merasa bahwa kedatangan Izrail ini begitu mendadak, padahal ada komitmen janji Izrail kepadanya.

“Wahai, Izrail sahabatku! Mengapa engkau tak mengirimkan utusanmu kepadaku? Mengapa engkau ingkar janji?”
Dengan tersenyum, Izrail menjawab, “Wahai Fulan, sahabatku! Sesungguhnya aku sudah mengirimkan utusanku itu kepadamu, hanya kamu sendiri yang mungkin tidak menyadarinya. Coba perhatikan punggungmu, dulu ia tegak tetapi sekarang bungkuk. Perhatikan caramu berjalan, dulu kamu begitu tegap perkasa, sekarang gemetaran dengan ditopang tongkat. Perhatikan penglihatanmu, dulu ia bersinar sehingga orang luluh kena sorotnya tetapi sekarang kabur dan lemah. Ya, Fulan, bukankah pikiran-pikiranmu sekarang mudah putus asa padahal ia dulu begitu enerjik dan penuh berbagai harapan? Tempo hari kamu hanya menginginkan seorang utusan saja dariku, tetapi aku telah mengirimkan begitu banyak utusanku kepadamu!”

dengan demikian jelaslah sudah wahai umat nabi ALLAH ar arahman bahwa selama kita bersenda gurau di muka bumi dengan congkaknya…maka alangkah hinanya ketika tanda-tanda ajal menjemput kita baru mempersiapkan diri …ya ROBB

wahai kaum muda dan mudi serulah dirimu kepada kebajikan sebelum ajal mejemput ,sebelum tanda-tanda ajal telah mendatangi kita,sebelum kita menyesal di kemudian hari… maka sebutlah asma ALLAH ar rahman ketika kita tidur,berdiri,sujud,duduk,bahkan ketika melakukan semua kegiatan .. hingga sampailah kita kepada FAFIRRUILLAH dan senantiasa menyebut ya SAYYIDI ya ROSULULLAH

4.taubat sejati seorang pemuda

Imam Malik bin Dinar mengajari kita dalam bagian ini tentang seorang pemuda kecil di waktuhaji, dengan bertutur,”Ketika kami mengerjakan ibadah haji, kami mengucapkan talbiyah dan berdoa kepada Allah, tiba-tiba aku melihat pemuda yang masih sangat muda usianya memakai pakaian ihram menyendiri di tempat penyendiriannya tidak mengucapkan talbiyah dan tidak berdzikir mengingat Allah seperti orang-orang lainnya. Aku mendatanginya dan bertanya, ‘mengapa dia tidak mengucapkan talbiyah ?’”Dia menjawab, “Apakah talbiyah mencukupi bagiku, sedangkan aku sudah berbuat dosa dengan terang-terangan. Demi Allah! Aku khawatir bila aku mengatakan labbaik maka malaikat menjawab kepadaku, ‘tiada labbaik dan tiada kebahagiaan bagimu’. Lalu aku pulang dengan membawa dosa besar.”

Aku bertanya kepadanya, “Sesungguhnya kamu memanggil yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dia bertanya, “Apakah kamu menyuruhku untuk mengucapkan talbiyah? “

Aku menjawab, “Ya.”

Kemudian dia berbaring di atas tanah, meletakkan salah satu pipinya ke tanah mengambil batu dan meletakkannya di pipi yang lain dan mengucurkan air matanya sembari berucap, “Labbaika Allaahumma labbaika, sungguh telah kutundukkan diriku kepada-Mu dan badan telah kuhempaskan di hadapan-Mu.”

Lalu aku melihatnya lagi di Mina dalam keadaan menangis dan dia bekata, “Ya Allah, sesungguhnya orang-orang telah menyembelih kurban dan mendekatkan diri kepada-Mu, sedangkan aku tidak punya sesuatu yang bisa kugunakan untuk mendekatkan diri kepadamu kecuali diriku sendiri, maka terimalah pengorbanan dariku. Kemudian dia pingsan dan tersungkur mati. Akupun mohon kepada Allah agar dia mau menerimanya.

dua organisasi islam terbesar di indonesia

Nahdlatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan (jam’iyah diniyah islamiah) yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah (Aswaja). Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1334 H) oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur.
Sejak awal K.H. Hasyim Asy’ari duduk sebagai pimpinan dan tokoh agama terkemuka di dalam NU. Tetapi, tidak diragukan bahwa penggerak di balik berdirinya organisasi NU adalah Kiai Wahab Chasbullah, putra Kiai Chasbullah dari Tambakberas, Jombang. Pada tahun 1924 Kiai Wahab Chasbullah mendesak gurunya, K.H. Hasyim Asy’ari, agar mendirikan sebuah organisasi yang mewakili kepentingan-kepentingan dunia pesantren. Namun, ketika itu pendiri pondok pesantren Tebu Ireng ini, K.H. Hasyim Asy’ari, tidak menyetujuinya. Beliau menilai bahwa untuk mendirikan organisasi semacam itu belum diperlukan. Baru setelah adanya peristiwa penyerbuan Ibn Sa’ud atas Mekah, beliau berubah pikiran dan menyetujui perlunya dibentuk sebuah organisasi baru. Semangat untuk merdeka dari penjajahan Belanda pada waktu itu, dan sebagai reaksi defensif maraknya gerakan kaum modernis (Muhammadiyah, dan kelompok modernis moderat yang aktif dalam kegiatan politik, Sarekat Islam) di kalangan umat Islam yang mengancam kelangsungan tradisi ritual keagamaan khas umat islam tradisional adalah yang melatarbelakangi berdirinya NU. Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU yang untuk pertama kalinya yang diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua 1927 dihadiri oleh 36 cabang.

Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan dengan praktik keagamaan kaum tradisional yang kental dengan budaya lokal. Kaum puritan yang lebih ketat di antara mereka mengerahkan segala daya dan upaya untuk memberantas praktik ibadah yang dicampur dengan kebudayaan lokal, atau yang lebih dikenal dengan praktik ibadah yang bid’ah. Kaum reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada kitab-kitab fiqh klasik salah satu mazhab. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan kembali kepada sumber yang aslinya, yaitu Alquran dan hadis, yaitu dengan ijtihad para ulama yang memenuhi syarat, dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kaum reformis juga menolak konsep-konsep akidah dan tasawuf tradisional, yang dalam formatnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani, pemikiran agama, dan kepercayaan lainnya.
Bagi banyak kalangan ulama tradisional, kritikan dan serangan dari kaum reformis itu tampaknya dipandang sebagai serangan terhadap inti ajaran Islam. Pembelaan kalangan ulama tradisional terhadap tradisi-tradisi menjadi semakin ketat sebagai sebuah ciri kepribadian. Mazhab Imam Syafii merupakan inti dari tradisionalisme ini (meskipun mereka tetap mengakui mazhab yang lainnya). Ulama tradisional memilih salah satu mazhab dan mewajibkan kepada pengikutnya, karena (dinilainya) di zaman sekarang ini tidak ada orang yangmampu menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Alquran dan sunah secara menyeluruh.
Di sisi lain, berdirinya NU dapat dikatakan sebagai ujung perjalanan dari perkembangan gagasan-gagasan yang muncul di kalangan ulama di perempat abad ke-20. Berdirinya NU diawali dengan lahirnya Nahdlatul Tujjar (191 8) yang muncul sebagai lambing gerakan ekonomi pedesaan, disusul dengan munculnya Taswirul Afkar (1922) sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, dan Nahdlatul Wathon (1924) sebagai gerakan politik dalam bentuk pendidikan. Dengan demikian, bangunan NU didukung oleh tiga pilar utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar pilar tersebut adalah (a) wawasan ekonomi kerakyatan; (b) wawasan keilmuan dan sosial budaya; dan (c) wawasan kebangsaan.NU menarik massa dengan sangat cepat bertambah banyak. Kedekatan antara kiai panutan umat dengan masyarakatnya dan tetap memelihara tradisi di dalam masyarakat inilah yang membuat organisasi ini berkembang sangat cepat, lebih cepat daripada organisasi-organisasi keagamaan yang ada di Indonesia. Setiap kiai membawa pengikutnya masing-masing, yang terdiri dari keluarga-keluarga para santrinya dan penduduk desa yang biasa didatangi untuk berbaga kegiatan keagamaan. Dan, para santri yang telah kembali pulang ke desanya, setelah belajar agama di pondok pesantren, juga memiliki andil besar dalam perkembangan organisasi ini, atau paling tidak memiliki andil di dalam penyebaran dakwah Islam dengan pemahaman khas NU. Pada tahun 1938 organisasi ini sudah mencapai 99 cabang di berbagai daerah. Pada tahun 1930-an anggota Nu sudah mencapai ke wilayah Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Selatan. Kini organisasi NU menjadi organisasi terbesar di Indonesia, yang tersebar di seluruh Provinsi, bahkan sekarang telah berdiri cabang-cabang NU di negara-negara lain.
Hubungan dengan kaum pembaru yang sangat tegang pada tahun-tahun awal berdirinya NU secara bertahap diperbaiki. Sekitar tahun 1930-an berkali-kali terlihat tanda-tanda kemauan baik dari kedua belah pihak. Pada muktamar ke-11 (1936) di Banjarmasin Kiai Hasyim Asy’ari mengajak umat Islam Indonesia agar menahan diri dari saling melontarkan kritik sektarian, dan mengingatkan bahwa satu-satunya perbedaan yang sebenarnya hanyalah antara mereka yang beriman dan yang kafir. Apa yang dikatakan oleh Kiai Hasyim Asy’ari adalah tepat, dan hal itu setidaknya dapat menumbuhkan rasa persatuan di kalangan umat Islam. Karena, perbedaan di antara umat Islam itu sudah pasti terjadi. Yang penting perbedaan itu tidaklah menyangkut hal-hal yang mendasar (ushul). Meskipun ajakan ini ditujukan bagi kalangan sendiri, tetapi mendapat respon yang positif dari kalangan pembaru. Sehingga, hubungan antara kedua belah pihak semakin lama semakin baik.
Akan tetapi, dalam beberapa kasus tetap saja terjadi, bahkan hingga era reformasi sekarang ini. Ketegangan yang cukup besar terlihat menjelang jatuhnya pemerintahan Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) tahun 2001. Warga NU yang mendukung Gus Dur bersitegang dengan warga Muhammadiyah yang mendukung Amin Rais. Kejadian ini sempat membuat beberapa masjid Muhammadiyah diserang oleh pendukung fanatik Gus Dur di kantong-kantong NU.Yang lebih unik lagi adalah bahwa perbedaan yang selama ini terjadi telah mengakibatkan tempat ibadah keduanya tidak bisa bersatu. Kristalisasi nilai-nilai ini menjadikan masjid NU berbeda dengan masjid Muhammadiyah. Perbedaan yang dimaksud dalam arti bahwa masjid NU tidak ditempati atau digunakan oleh warga Muhammadiyah dan sebaliknya. Jika di suatu masjid terlihat tidak ada zikiran yang panjang dan seru serta tidak ada kunut, orang NU akan mengatakan bahwa itu masjid Muhammadiyah. Nampaknya kelompok reformis itu terwakili oleh organisasi Muhammadiyah. Padahal, kelompok pembaru sesungguhnya tidak hanya dari kalangan Muhammadiyah, masih banyak dari organisasi lain, seperti Persatuan Islam (persis), Al-Irsyad, dan lain-lain sejenisnya, mereka termasuk dalam kelompok pembaru. Namun, warga NU pada umumnya lebih mengenal Muhammadiyah. Karena, organisasi tersebut memang yang lebih besar, dan terbesar kedua setelah NU.
Dalam perjalanannya, NU pernah melibatkan diri dalam politik praktis, yaitu menjadi partai politik (parpol) sejak tahun 1954 (Orde Lama). Ini sebuah kesalahan besar bagi NU. Keberadaanya di kancah perpolitikan tidak membuatnya semakin maju, justru menjadi semacam komoditas politik murahan bagi kalangan politikus. Dengan pengalamannya yang pahit ini, di masa Orde Baru NU memutuskan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan, dengan semangat kembali ke “Khittah 26″. Sejak kembalinya orientasi NU kepada Khittah NU pada muktamar ke-27 di Situbondo Jawa Timur tahun 1984, NU berhasil melaksanakan mabadi khaira ummah (prinsip dasar sebaik-baik umat) melalui pendekatan sosial budaya, bukan pendekatan kekuasaan-politik, dengan diperhatikannya NU sebagai jam’iyyah.
Keberhasilan mempertahankan NU sebagai jam’iyyah telah memberi andil besar kepapa perkembangan pluralisme politik di kalangan NU khususnya dan di masyarakat Indonesia pada umumnya, yang berarti telah menyumbang kepada praktik dasar-dasar kehidupan demokratis. Keberhasilan ini telah membangun citra NU sebagai organisasi yang cukup independent dalam menghadapi gempuran-gempuran politik dari penguasa, sebagai perekat bangsa dan pengayom kelompok minoritas. Di masa reformasi, ketika kran kebebasan mendirikan organisasi politik terbuka, muncul desakan dari warga NU sendiri untuk kembali menjadi parpol. Tetapi, belajar dari pengalaman masa lalu, NU berketetapan untuk mempertahankan diri sebagai organisasi sosial keagamaan, konsisten dengan Khittah 1926.
Masyarakat Pendukung NU
Masyarakat pendukung NU sangat beragam. Di satu pihak ada kelompok ulama, intelektual, birokrasi, politisi, professional, seniman, dan budayawan. Tokoh-tokoh elite merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang sering menjadi panutan bagi masyarakat, baik di desa maupun di perkotaan. Nasihat-nasihat dan saran-saranbiasanya didengarkan oleh masyarakat secara umum. Kelompok inilah yang banyak memegang tampuk kepemimpinan NU di berbagai tingkatan.
Selain itu, yang termasuk pendukung NU, bahkan pendukung terbesar adalah petani, buruh, nelayan, pengusaha kecil, yang biasanya digolongkan sebagai kelompok masyarakat akar rumput (rakyat jelata) yang sebagian besar di daerah pedesaan.
Ciri Khas NU
Ciri khas NU, yang membuatnya berbeda dengan organisasi sejenis lainnya adalah ajaran keagamaan NU tidak membunuh tradisi masyarakat, bahkan tetap memeliharanya, yang dalam bentuknya yang sekarang merupakan asimilasi antara ajaran Islam dan budaya setempat.
Ciri khas yang satu ini juga lebih unik, bagi warga nahdliyyin, ulama merupakan maqam tertinggi karena diyakini sebagai waratsatul anbiya’. Ulama tidak saja sebagai panutan bagi masyarakat dalam hal kehidupan keagamaan, tetapi juga diikuti tindak tanduk keduniannya. Untuk sampai ke tingkat itu, selain menguasai kitab-kitab salaf, Alquran dan hadis, harus ada pengakuan dari masyarakat secara luas. Ulama dengan kedudukan seperti itu (waratsatul anbiya’) dipandang bisa mendatangkan barakah. Kedudukan yang demikian tingginya ditandai dengan kepatuhan dan penghormatan anggota masyarakat kepada para kiai NU.
Persaudaraan (ukhuwah) di kalangan nahdliyyin sangat menonjol. Catatan sejarah menunjukkan bahwa dengan nilai persaudaraan itu, NU ikut secara aktif dalam membangun visi kebangsaan Indonesia yang berkarakter keindonesiaan. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan NU bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk final dari perjuangan kebangsaan masyarakat Indonesia. Komitmen yang selalu dikembangkan adalah komitmen kebangsaan yang religius dan berbasis Islam yang inklusif.
Ciri menonjol lainnya adalah bahwa komunikasi di dalam NU lebih bersifat personal dan tentu sangat informal. Implikasi yang sudah berjalan lama menunjukkan bahwa performance fisik terlihat santai dan komunikasi organisasional kurang efektif. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan organisasi seringkali sulit mengikat kepada jamaah. Jamaah seringkali lebih taat kepada kiai panutannya daripada taat kepada organisasi.
Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama
Untuk mengetahui lebih detail tentang organisasi keagamaan ini, lebih baiknya dilihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. (Anggaran Dasar yang tertulis berikut ini berdasarkan Surat Keputusan Muktamar XXX NU Nomor: 003/MNU-30/11/1999)

Mukadimah

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Bahwa agama Islam adalah rahmat bagi seluruh alam di mana ajarannya mendorong kegiatan para pemeluknya untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.

Bahwa para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah Indonesia terpanggil untuk melanjutkan dakwah islamiah dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam satu wadah yang bernama Nahdlatul Ulama, yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah.

Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga Nahdlatul Ulama menuju khaira ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Maka, dengan rahmat Allah Subhanahu wa Taala, dalam perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia, jam’iyah Nahdlatul Ulama berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa bagi umat Islam merupakan keparcayaan terhadap Allah Subhanahu wa Taala, sebagai inti akidah Islam, yang meyakini bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Taala.

Bahwa cita-cita bangsa Indonesia hanya dapat diwujudkan secara utuh apabila seluruh potensi nasional difungsikan secara baik, dan Nahdlatul Ulama berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan.

Bahwa untuk mewujudkan hubungan antarbangsa yang adil, damai, dan menusiawi menuntut saling pengertian dan saling membutuhkan, mak Nahdlatul Ulama bertekad untuk mengembangkan ukhuwah islamiah yang mengemban kepentingan nasional.

Menyadari hal-hal tersebut, maka disusunlah Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama sebagai berikut.

BAB I

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1

Jam’iyah ini bernama Nahdlatul Ulama disingkat NU. Didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M, untuk waktu yang tidak terbatas.

Pasal 2

Pengurus Besar Jam’iyah Nahdlatul Ulama berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia.

BAB II

AQIDAH/ASAS

Pasal 3

Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah islamiah beraqidah/berasas Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dan menganut salah satu dari empat mashab empat: Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB III

LAMBANG

Pasal 4

Lambing Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di atas garis khatulistiwa, yang tersebar di antaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah khatulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri; semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.

BAB IV

TUJUAN DAN USAHA

Pasal 5

Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dan menganut salah satu dari mazhab empat, di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negar Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 6

Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 5 di atas, maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut.

a.Di bidang agama, mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dalam masyarakat dengan melaksanakan dakwah islamiah dan amar makruf nahi mungkar serta meningkatkan ukhuwah islamiah.

b.Di bidang pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan, mengusahakan terwujudnya penyelengaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam, untuk membina manusia muslim yang takwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas, dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa, dan negara.

c.Di bidang sosial, mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim, fakir-miskin, serta anggota masyarakat yang menderita lainnya.

d.Di bidang ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.

e.Mengembangkan usaha-usaha lain yang beranfaat bagi masyarakat banyak (maslahat al-amanah), guna terwujudnya khaira ummah.

BAB V

KEANGGOTAAN

Pasal 7

1.Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.

2.Tiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan sudah aqil baligh yang menyatakan keinginannya dan sanggup menaati Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama dapat diterima menjadi anggota.

3.Ketentuan menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

1.

Pasal 8

1.Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban mendukung usaha-usaha yang dijalankan Nahdlatul Ulama, dan berhak untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama.

2.Ketentuan mengenai kewajiban dan hak anggota serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VI

STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 9

Struktur organisasi Nahdlatul Ulama terdiri atas:

a.Pengurus Besar

b.Pengurus Wilayah

c.Pengurus Cabang

d.Pengurus Majelis Wakil Cabang

e.Pengurus Ranting

Pasal 10

1.Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud pasal 5 dan 6, Nahdlatul Ulama membentuk perangkat organisasi yang meliputi: Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan organisatoris jam’iyah Nahdlatul Ulama.

2.Ketentuan pembentukan Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VII

KEPENGURUSAN

Pasal 11

1.Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri atas Mustasar, Syuriyah, dan Tanfidziyah.

2.Mustasyar adalah penasihat.

3.Syuriyah adalah pemimpin tertinggi Nahdlatul Ulama.

4.Tanfidziyah adalah pelaksana harian.

5.Tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 12

1.Masa jabatan pengurus tersebut dalam pasal 9 adalah 5 (lima) tahun di semua tingkatan.

2.Masa jabatan pengurus Lembaga dan Lajnah disesuaikan dengan masa jabatan pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing.

3.Masa jabatan pengurus Badan-Badan Otonom ditentukan dalam peraturan dasar Badan Otonom yang bersangkutan.

Pasal 1

1.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terdiri atas:

a.Mustasyar Pengurus Besar.

b.Pengurus Besar Harian Syuriyah.

c.Pengurus Besar Lengkap Syuriyah.

d.Pengurus Besar Harian Tandfidziyah.

e.Pengurus Besar Lengkap Tandfidziyah.

f.Pengurus Besar Pleno.

2.Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri atas:

a.Mustasyar Pengurus Wilayah.

b.Pengurus Wilayah Harian Syuriyah.

c.Pengurus Lengkap Syuriyah.

d.Pengurus Harian Tanfidziyah.

e.Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah

f.Pengurus Wilayah Pleno.

3.Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas:

a.Mustasyar Cabang Harian Syuriyah.

b.Pengurus Cabang Harian Syuriyah.

c.Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.

d.Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.

e.Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.

f.Pengurus Cabang Pleno.

4.Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas:

a.Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang.

b.Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah.

c.Pengurus Majelis Wakil Cabang harian Tanfidziyah.

d.Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.

5.Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama terdiri atas:

a.Pengurus Ranting Syuriyah.

b.Pengurus Ranting Tanfidziyah.

c.Pengurus Ranting Pleno.

6.Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 14

1.Pengurus Nahdlatul Ulama di semua tingkatan dipilih dan ditetapkan dalam permusyawaratan sesui tingkatannya.

2.Ketentuan pemilihan dan penetapan pengurus Nahdlatul Ulama diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 15

Apabila terjadi lowongan jabatan antarwaktu dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama, maka ketentuan pengisiannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII

PERMUSYAWARATAN

Pasal 15

Permusyawaratan di lingkungan Nahdlatul Ulama meliputi:

1.permusyawaratan tingkat nasional,

2.permusyawaratan tingkat daerah,

3.permusyawaratan bagi tingkat organisasi Nahdlatul Ulama.

Pasal 17

1.Permusyawaratan tingkat nasional di lingkungan Nahdlatul Ulama:

i.Muktamar

ii.Konferensi Besar

iii.Muktamar Luar Biasa

iv.Musyawarah Nasional Alim-Ulama

2.Ketentuan permusyawaratan nasional sebagaimana disebut dalam huruf a, b, c, dan d diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 18

1.Permusyawaratan untuk kepengurusan tingkat daerah meliputi:

i.Konferensi Wilayah

ii.Musyawarah Kerja Wilayah

iii.Konferensi Cabang

iv.Musyawarah Kerja Cabang

v.Konferensi Majelis Wakil Cabang

vi.Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang

vii.Rapat Anggota

2.Permusyawaratan tingkat daerah, sebagaimana disebut dalam ayat 1 di atas diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 19

Permusyawaratan untuk lingkungan Lembaga dan Badan Otonom diatur dalam ketentuan intern Lembaga dan Badan Otonom yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut.

a.Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom diselenggarakan segera sesudah muktamar Nahdlatul Ulama berlangsung dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah muktamar berakhir;

b.Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom merujuk kepada Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan program-program Nahdlatul Ulama;

c.Segala hasil permusyawaratan dan kebijakan Lembaga Lajnah, dan atau Badan Otonom dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku jika bertentangan dengan keputusan muktamar, musyawarah nasional alim-ulama dan konferensi besar.

BAB IX

KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 20

1.Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama, umat Islam, maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.

2.Sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:

a.uang pangkal,

b.uang i’anah syahriyah,

c.uang i’anah sanawiyah,

d.sumbangan dari warga dan simpatisan Nahdlatul Ulama,

e.usaha-usaha lain yang halal.

3.Pemanfaatan uang pangkal, i’anah syahriyah dan i’anah sanawiyah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 21

1.Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkatnya berupa dana inventaris kantor, gedung, tanah, dan lain-lain, benda bergerak maupun tidak, harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi.

2.Rais aam dan ketua umum pengurus besar Nahdlatul Ulama mewakili Nahdlatul Ulama di dalam maupun di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, baik mengenai kepengurusan maupun tindakan kepemilikan, dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan muktamar.

3.Pengurus besar Nahdlatul Ulama dapat melimpahkan pemilikan atau penguasaan dan atau pengurusan kekayaannya kepada pengurus tingkat di bawahnya yang ketentuannya diatur di dalam peraturan organisasi.

BAB X

PERUBAHAN

Pasal 22

1.Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh keputusan muktamar yang sah yang dihadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah wilayah dan cabang yang sah dan sedikitnya disetujui oleh dua pertiga dari jumlah suara yang sah.

2.Dalam hal muktamar yang dimaksud ayat 1 (satu) ini tidak dapat diadakan karena tidak tercapai kuorum, maka ditunda selambat-lambatnya satu bulan dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang sama muktamar dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah.

BAB XI

PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 23

1.Apabila Nahdlatul Ulama dibubarkan maka segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi atau badan amal yang sepaham.

2.Ketentuan-ketentuan ayat 1 di atas berlaku pula untuk pembubaran Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom.

BAB XII

PENUTUP

Pasal 24

Muqaddimah Qanum Asasy oleh Rais Akbar Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari dan naskah Khittah Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar.

Pasal 25

Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 26

Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak saat disahkan.

Ditetapkan di: Kediri

Tanggal: 18 Sya’ban 1420/16 November 1999

MUKTAMAR XXX NAHDLATUL ULAMA

PIMPINAN SIDANG PLENO XI

ttd.———————————————ttd.———————ttd.

Prof. Dr. Sayyid Aqiel al-Munawar — H.M. Rozi Munir, S.E., M.Sc. — H. Ahmad Bagja

Katib——————————- Ketua————————-Sekretaris

ANGGARAN RUMAH TANGGA

NAHDLATUL ULAMA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

BAB I

KEANGGOTAN

Pasal 1

Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri atas:

1.Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota, ialah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, menganut salah satu mazhab empat, sudah aqil baligh, menyetujui akidah, asas, tujuan, usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan Nahdlatul Ulama;

2.Anggota luar biasa, ialah setiap orang yang beragama isla, sudah aqil baligh, menyetujui akidah, asas, tujuan, dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3.Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang bukan anggot biasa atau anggota luar biasa yang dianggap telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama, dan ditetapkan dalam keputusan pengurus besar.

BAB II

TATA CARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN

Pasal 2

1.Anggota biasa pada dasarnya diterima melalui ranting di tempat tinggalnya.

2.Dalam keadaan khusus pengelolaan administrasi anggota yang diterima tidak melalui pengurus ranting diserahkan kepada pengurus ranting di tempat tinggalnya atau ranting terdekat jika di tempat tinggalnya belum ada pengurus ranting Nahdlatul Ulama.

3.Anggota luar biasa diterima melalui pengurus cbang dengan persetujuan pengurus besar.

Pasal 3

1.Penerimaan anggota biasa maupun anggota luar biasa menganut cara aktif dan diatur dengan cara:

a.Mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada akidah, asas, tujuan, dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama secara tertulis atau lisan, dan membayar uang pangkal Rp500,00 (lima ratus rupiah);

b.Jika permintaan itu diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggota selama 6 (enam) bulan, dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan secara terbuka;

c.Apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal yang positif maka ia diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan kartu tanda anggota (Kartanu);

d.Permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alas an yang kuat, baik syar’i maupun organisasi.

2.Anggota keluarga dari anggota biasa Nahdlatul Ulama diakui sebagai anggota keluarga besar jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Pasal 4

1.Anggota kehormatan dapat diusulkan oleh pengurus cabang atau pengurus wilayah dengan mempertimbangkan kesedian yang bersangkutan;

2.Setelah memperoleh persetujuan pengurus besar Nahdlatul Ulama, kepadanya diberikan surat pengesahan.

Pasal 5

1.Seorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri, dipecat, atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan Nahdlatul Ulama.

2.Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan kepada pengurus ranting secara tertulis, atau jika dinyatakan secara lisan perlu disksikan oleh 2 (dua) orang anggota pengurus ranting;

3.Seseorang dipecat dari keanggotaan Nahdlatul Ulama, karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama Nahdlatul Ulama, baik ditinjau dari segi syar’i, kemaslahatan umu, maupun organisasi, dengan prosedur sebagai berikut:

a.Pada dasarnya pemecatn dilakukan berdasarkan keputusan rapat pengurus cbang pleno setelah menerima usul dari pengurus ranting berdasarkan rapat pengurus ranting pleno;

b.Sebelum dipecat anggota yang bersangkutan diberi peringatan oleh pengurus ranting;

c.Jika setelah 15 (lima belas) hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka pengurus cabang dapat memberhentikan sementara 3 (tiga) bulan;

d.Anggota yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam suatu konferensi cabang atau naik banding ke pengurus wilayah. Pengurus wilayah dapat mengambil keputusan atas permintaan itu;

e.Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh pengurus cabang bersangkutan atas keputusan rapat pengurus cabang pleno. Surat keputusan kemudian diserahkan kepada anggota yang dipecat;

f.Jika selama pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju’ ilal-haq, maka keanggotaannya gugur dengan sendirinya;

g.Pengurus besar mempunyai wewenang memecat seorng anggota secara langsung. Surat keputusan pemecatan ini dikirimkan kepada cabang dan anggota yang bersangkutan;

h.Pemecatan kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh pengurus besar merupakan hasil rapat pengurus besar pleno;

i.Anggota yang dipecat langsung oleh pengurus besar dapat membela diri dalam konferensi besar atau muktamar.

4.Pertimbangan dan tata cara tersebut pada ayat (3) juga berlaku terhadap anggota luar biasa dan anggota kehormatan, dengan sebutan pencabutan keanggotaan.

BAB III

KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 6

Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban:

1.Setia, dtunduk, dan taat kepada jam’iyah Nahdlatul Ulama;

2.Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah Nahdlatul Ulama, serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya;

3.Membayar i’anah syahriyah (iuran bulanan) atau i’anah tsanawiyah (iuran tahunan) yang jumlahnya ditetapkan oleh pengurus besar Nahdlatul Ulama;

4.Memupuk dan memelihara ukhuwah islamiah serta perstuan nasional.

Pasal 7

1.Anggota biasa berhak:

a.Menghadiri rapat anggota ranting, mengemukakan pendapat dan memberikan suara;

b.Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau jabatan lain yang ditetapkan baginya;

c.Menghadiri ceramah, kursus, latihan, pengajian, dan lain-lain majelis yang diadakan oleh Nahdlatul Ulama;

d.Memberikan peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan cara dan tujuan yang baik;

e.Mendapatkan pembelaan dan pelayanan;

f.Mengadakan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya;

g.Mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama.

2.Anggota luar biasa berhak:

a.Menghadiri ceramah, kursus, latihan, pengajian, dan lain-lain majelis yang diadkan oleh Nahdlatul Ulama;

b.Memberikan peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan cara dan tujuan yang baik;

c.Mendapatkan pelayanan informasi tentang program dan kegiatan Nahdlatul Ulama;

d.Mengadakan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.

3.Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama atas undangan pengurus dan dapat memberikan saran-saran/pendaatnya, namun tak memiliki hak suara maupun hak memilih dan dipilih.

4.Anggota biasa da luar biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan lain yang mempunyai akidah, asas, dan jutuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.

BAB IV

TINGKAT KEPENGURUSAN

Pasal 8

Tingkat kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:

a.Pengurus Besar (PB) untuk tingkat pusat;

b.Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat provinsi;

c.Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat kabupaten/kotamadya/kota administratif; dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) di luar negeri;

d.Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat kecamatan;

e.Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat desa/kelurahan.

Pasal 9

1.Pengurus Besar adalah kepengurusan organisasi di tingkat pusat dan berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2.Pengurus Besar sebagai tingkat kepengurusan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama merupakan penanggung jawab kebijaksanaan dalam pengendalian organisasi dan pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar.

Pasal 10

1.Pengurus Wilayah adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di provinsi (daerah tingkat I) atau daerah yang disamakan dengan itu. Pengurus Wilayah berkedudukan ibu kota provinsi (daerah tingkat satu) atau yang disamakan dengan itu;

2.Pengurus Wilayah dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) cabang.

3.Permintaan untuk membentuk Pengurus Wilayah disampaikan kepada Pengurus Besar dengan disertai keterangan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah cabang yang ada di daerah itu dengan melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan. Ketentuan mengenai keterangan/data wilayah tersebut ditetapkan oleh Pengurus Besar.

4.Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator cabang-cabang di daerahnya dan sebagai peaksana Pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan.

Pasal 11

1.Pengurus Cabang adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di kabupaten/kotamadya/kota administratif dan berkedudukan di ibu kota kabupaten/kotamadya/kota administratif; dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) di luar negeri ditentukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;

2.Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat 1 di atas disebabkan oleh besarnya penduduk luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau faktor kesejarahan pembentukan cabang diatur oeh kebijaksanaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;

3.Pengurus Cabang dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Majelis Wakil Cabang;

4.Permintaan utk membentuk Pengurus Cabang dismpaikan kepada Pengurus Besar dalam bentuk suatu permohonan yang dikuatkan oleh Pengurus Wilayah yg bersangkutan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa (PCI) dengan masa percobaan selama 3 (tiga) bulan;

5.Pengurus Cabang memimpin dan mengoodinir Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerah kewenangannya, melaksanakan kebijaksanaan Pengurus Wilayah dan Pengurus Besar untuk daerahnya.

Pasal 12

1.Pengurus Majelis Wakil Cabang adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di kecamatan atau daerah yang disamakan dengan itu;

2.Pengurus Majelis Wakil Cabang dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 4 (empat) ranting di kecamatan atau yang disamakan dengan itu;

3.Permintaan untuk membentuk Majelis Wakil Cabang disampaikan kepada Pengurus Wilayah dengan diajukan rekomendasi Pengurus Cabang, dan dapat disahkan oleh Pengurus Wilayah setelah memulai masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 13

1.Pengurus Ranting adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di desa/kelurahan atau yang disamakan dengan itu;

2.Pengurus Ranting dapat dibentuk jika di suatu desa/kelurahan, atau daerah yang disamakan dengan itu terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang anggota;

3.Dalam suatu desa/keluarhan atau daerah yang disamakan dengan itu dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) ranting jika keadaan daerah dan penduduknya memerlukan;

4.Permintaan pembentukan Ranting disampaikan kepada Pengurus Cabang dengan diajukan dan direkomendasi oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang dan dapat disahkan oleh Pengurus Cabang setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan;

5.Untuk efektivitas organisasi dan pembangunan anggot, jika dianggap perlu dapat dibentuk Kelompok Anak Ranting (KAR). Setiap KAR sedikitnya terdiri dari 10 orang anggota, dipimpin oleh seorang ketua KAR. Dalam KAR tidak terdapat struktur kepengurusan.

BAB V

PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 14

Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:

a.Lebaga;

b.Lajnah;

c.Badan Otonom.

Pasal 15

1.Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.

2.Lembaga yang ada di tingkat Pengurus Besar pada saat Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan adalah:

a.Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan nahdlatul Ulama di bibang penyiaran agama Islam Ahli Sunnah wal-jamaah;

b.Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan dan pengajaran, baik formal maupun nonformal, selain pondok pesantren;

c.Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama disingkat LS Mabarrot NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang sosial dan kesehatan;

d.Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LP NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama;

e.Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP-2 NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian dalam arti luas, termasuk eksplorasi kelautan;

f.Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren;

g.Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKK NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kemaslahatan keluarga, kependudukan, dan lingkungan hidup;

h.Haiah Ta’miril Masajid Indonesia disingkat HTMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemakmuran masjid;

i.Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia disingkat Lakpesdam, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia;

j.Lembaga Seni-Budaya Nahdlatul Ulama disingkat LSB NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan seni dan budaya termsuk seni hadrah;

k.Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja disingkat LPTK NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan ketenagakerjaan;

l.Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum disingkat LPBH NU, bertugas melaksanakan penyuluhan dan memberikan bantuan hukum.

m.Lembaga Pencak Silat disingkat LPS Pagar Nusa, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan seni bela diri pencak silat.

n.Jamiyyatul Qurra wal Hufadz, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan tilawah, metode pengajaran, dan hafalan Al-Qur’an.

3.Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.

4.Pembentukan Lembaga di tingkat wilayah, cabang, majelis wakil cabang dan ranting disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.

Pasal 16

1.Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.

2.Lajnah yang ada di tingkat Pengurus Besar pada saat Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan adalah:

a.Lajnah Falakiyah, bertugas mengurus masalah hisab dan ru’yah;

b.Lajnah Ta’lif wan Nasyr, bertugas di bidang penerjemahan, penyusunan, dan penyebaran kitab-kitab menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah;

c.Lajnah Auqof Nahdlatul Ulama, bertugas menghimpun, mengurus, dan mengelola tanah serta bangunan yang diwakafkan kepada Nahdlatul Ulama;

d.Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah, bertugas menghimpun, mengelola, dan menasharufkan zakat, infaq, dan shadaqah;

e.Lajnah Bahtsul Masail Diniyah, bertugas menghimpun, membahas, dan memecahkan masalah-masalah yang maudlu’iyyah dan waqi’iyyahah yang harus segera mendapatkan kepastian hokum..

3.Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.

4.Pembentukan Lajnah Wilayah dan Cabang dan MWC dilakukan sesuai dengan kebutuhan penanganan program khusus dan tenaga yang tersedia.

Pasal 17

1.Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu yang beranggotakan perseorangan.

2.Kepengurusan Badan Otonom diatur menurut Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga masing-masing.

3.Keputusan kongres atau konferensi badan otonom dilaporkan kepada pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya masing-masing.

4.Pengurus Nahdlatul Ulama berhak mengadakan perubahan jika ada hal-hal yang bertentangan dengan garis kebijaksanaan Nahdlatul Ulama.

5.Badan Otonom yang ada pada saat Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan adalah:

a.Jam’iyyah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah, adalah badan otonom yang menghimpun pengikut aliran tarekat yang mu’tabar dilingkungan Nahdlatul Ulama;

b.Muslimat Nahdlatul Ulama, disingkat Muslimat NU, adalah badan otonom yang menghimpun anggota perempuan Nahdlatul Ulama;

c.Fatayat Nahdlatul Ulama, disingkat Fatayat NU, adalah badan otonom yang menghimpun anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama;

d.Gerakan Pemuda Ansor, disingkat GP Ansor, adalah badan otonom yang menghimpun anggota pemuda Nahdlatul Ulama;

e.Ikatan Putra Nahdlatul Ulama, disingkat IPNU, adalah badan otonom yang menghimpun pelajar laki-laki, santri laki-laki, dan mahasiswa laki-laki;

f.Ikatan Putra-Putri Nahdlatul Ulama, disingkat IPPNU, adalah badan otonom yang menghimpun pelajar perempuan, santri perempuan, dan mahasiswa perempuan;

g.Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama, disingkat ISNU, adalah badan otonom yang menghimpun para sarjana dan kaum intelektual di kalangan Nahdlatul Ulama.

Pasal 18

Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban membina dan mengayomi seluruh lembaga lajnah dan badan otonom pada tingkatannya masing-masing.

BAB VI

SUSUNAN PENGURUS BESAR

Pasal 19

1.Mustasyar Pengurus Besar terdiri atas sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang;

2.Pengurus Besar Harian Syuriyah terdiri atas Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, beberapa Rais, Katib ‘Aam, dan beberapa Wakil Katib;

3.Jumlah Rais dan Wakil Katib disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan tenaga yang tersedia;

4.Pengurus Besar Lengkap Syuriyah terdiri atas Pengurus Besar Harian Syuriyah dan beberapa A’wan.

Pasal 20

1.Pengurus Besar Harian Tanfidziyah terdiri atas Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara;

2.Jumlah Ketua, Wakil Sekretaris Jenderal, dan Wakil Bendahara disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan tenaga yang tersedia;

3.Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Besar Harian Tanfidziyah ditambah dengan ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua lajnah pusat.

Pasal 21

Pengurus Besar Pleno terdiri atas Mustasyar, Pengurus Besar Lengkap Syuriyah, Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah ditambah ketua-ketua umum badan otonom tingkat pusat.

BAB VII

SUSUNAN PENGURUS WILAYAH

Pasal 22

1.Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri atas sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang;

2.Pengurus Wilayah Harian Syuriyah terdiri atas Rais, beberapa Wakil Rais, Katib, dan beberapa Wakil Katib;

3.Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah terdiri atas pengurus wilayah harian syuriyah ditambah beberapa a’wan.

Pasal 23

1.Pengurus Wilayah Harian BAB VII

SUSUNAN PENGURUS WILAYAH

Pasal 22

1.Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri atas sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang;

2.Pengurus Wilayah Harian Syuriyah terdiri atas Rais, beberapa Wakil Rais, Katib, dan beberapa Wakil Katib;

3.Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah terdiri atas pengurus wilayah harian syuriyah ditambah beberapa a’wan.

Pasal 23

1.Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah terdiri atas ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, dan wakil bendahara;

2.Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah terdiri atas pengurus wilayah harian tanfidziyah ditambah ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua lajnah dingkat wilayah.

Pasal 24

Pengurus Wilayah Pleno terdiri atas Mustasyar Wilayah, Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah, Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah, dan ketua-ketua badan otonom tingkat wilayah.

BAB VIII

SUSUNAN PENGURUS CABANG

PASAL 25

1.Mustasyar Pengurus Cabang terdiri atas sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang;

2.Pengurus Cabang Harian Syuriyah terdiri atas rais, beberapa wakil rais, katib, dan beberapa wakil katib;

3.Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah terdiri atas pengurus cabang harian syuriyah ditambah dengan beberapa a’wan.

Pasal 26

1.Pengurus cabang tanfidziyah terdiri dari ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, dan wakil bendahara;

2.Pengurus cabang lengkap tanfidziyah terdiri atas pengurus cbang harian ditambah ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua lajnah tingkat cabang.

Pasal 27

Pengurus Cabang Pleno terdiri atas Mustasyar Cabang, Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah, Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah, dan ketua-ketua badan otonom tingkat cabang.

BAB IX

SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG

Pasal 28

1.Mustasyar Majelis Wakil Cabang terdiri sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang;

2.Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Harian Syuriyah terdiri atas rais, beberapa wakil rais, katib, dan beberapa wakil katib;

3.Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Lengkap Syuriyah terdiri atas Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) harian syuriyah ditambah beberapa a’wan.

Pasal 29

1.Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) harian tanfidziyah terdiri atas ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, dan wakil bendahara;

2.Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) lengkap tanfidziyah terdiri atas Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) harian tanfidziyah serta ketua-ketua lembaga dan lajnah di tingkatannya.

Pasal 30

Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Pleno terdiri atas mustasyar, pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Lengkap Syuriyah, Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Lengkap Tanfidziyah serta ketua-ketua badan otonom dan lembaga di tingkatannya.

BAB X

SUSUNAN PENGURUS RANTING

Pasal 31

1.Pengurus Ranting Harian Syuriyah terdiri atas rais, beberapa wakil rais, katib, dan wakil katib;

2.Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah terdiri atas Pengurus Ranting Harian Syuriyah dan a’wan.

Pasal 32

1.Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah terdiri atas ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, dan bendahara;

2.Pengurus Ranting Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah ditambah beberapa pembantu dan ketua-ketua lembaga di tingkatannya.

Pasal 33

Pengurus Ranting Pleno terdiri atas pengurus ranting lengkap syuriyah, Pengurus Ranting Lengkap dan ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua badan otonom.

BAB XI

SYARAT MENGJADI PENGURUS

Pasal 34

1.Untuk menjadi pengurus ranting atau majelis wakil cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun;

2.Untuk menjadi pengurus cabang, seorang caloin sudah harus aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun;

3.Untuk menjadi pengurus wilayah, seorang calon sudah harus aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;

4.Untuk menjadi pengurus besar, seorang calon sudah harus aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun;

5.Keanggotaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah yang dimaksud oleh bab V pasal 8 Anggaran Dasar dan bab I pasal 1 Anggaran Rumah Tangga;

6.Anggota kehormatan tidak diperkenankan menjadi pengurus.

BAB XII

PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS

Pasal 35

Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:

a.Rais Aam, Wakil Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar dipilih oleh Muktamar;

b.Rais Aam dan Wakil Rais Aam dipilih secara langsung;

c.Ketua Umum dipilih secara langsung dengan terlebih dahulu calon yang diajukan untuk menjadi Ketua Umum mendapat persetujuan dari Rais Aam dan Wakil Rais Aam terpilih;

d.Rais Aam, Wakil Rais Aam, dan Ketua Umum terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Besar, Mustasyar, Harian Syuriyah, dan Harian Tanfidziyah, dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta muktamar;

e.Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan Pengurus Besar Lengkap ditetapkan oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.

Pasal 36

Pemilihan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama:

a.Rais Aam dan Ketua dipilih oleh Konferensi Wilayah;

b.Rais dipilih secara langsung;

c.Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari Rais Aam terpilih;

d.Rais dan Ketua terpilih bertugas melangkapi susunan pengurus wilayah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wilayah;

e.Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus wilayah syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus wilayah harian syuriyah dan tanfidziyah.

Pasal 37

Pemilihan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama:

A.Rais dan Ketua dipilih oleh Konferensi Cabang;

B.Rais dipilih secara langsung;

C.Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akn diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari rais terpilih;

D.Rais dan ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus cabang dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi cabang;

E.Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus cabang syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus cabang harian syuriyah dan tanfidziyah.

Pasal 38

Pemilihan pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama:

a.Rais dan Ketua dipilih oleh Konferensi Majelis Wakil Cabang;

b.Rais dipilih secara langsung;

c.Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari rais terpilih;

d.Rais dan ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus majelis wakil cabang dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wakil cabang;

e.Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus wakil cabang syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus wakil cabang harian syuriyah dan tanfidziyah.

Pasal 39

Pemilihan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama:

a.Rais dan Ketua dipilih oleh Rapat Anggota;

b.Rais dipilih secara langsung;

c.Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari rais terpilih;

d.Rais dan ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus ranting dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta rapat anggota;

e.Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus ranting syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus ranting harian syuriyah dan tanfidziyah.

BAB XIII

PENGISIAN JABATAN ANTARWAKTU

Pasal 40

1.Apabila terjadi lowongan jabatan Rais Aam, maka Wakil Rais Aam menjadi Rais aam;

2.Apabila terjadi lowongan jabatan Wakil Rais aam, maka jabatan Wakil Rais aam diisi oleh salah seorang rais yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU sebagai pejabat Wakil Rais Aam;

3.Apabila terjadi lowongan jabatan Ketua Umum, maka jabatan Ketua umum diisi oleh salah seorang ketua yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU sebagai Pejabat Ketua Umum;

4.Apabila terjadi lowongan jabatan antarwaktu selain ayat (1), (2), dan (3), maka lowongan jabatan tersebut diisi langsung oleh pejabat di bawahnya yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU;

5.Apabila pengurus yang berada di bawah urutan langsung tidak ada, maka lowongan jabatan tersebut diisi oleh pejabat sementara yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU sampai dengan terselenggaranya muktamar;

6.Pengisian lowongan antarwaktu Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Majelis Wakil Cabang dan Ranting menyesuaikan dengan ketentuan ayat (1) s.d. (5) di atas.

BAB XIV

MASA JABATAN

Pasal 41

1.Masa jabatan dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama mengikuti ketentuan Pasal 12 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama dan dapat dipilih kembali;

2.Masa jabatan Badan Otonom sesuai dengan ketentuan Badan otonom yang bersangkutan.

BAB XV

PERANGKAPAN JABATAN

Pasal 42

1.Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom tidak dapat dirangkap dengan jabatan pada tingkat kepengurusan yang lain, baik dalam jam’iyah Nahdlatul Ulama maupun dalam Badan Otonom;

2.Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom pada semua tingkat kepengurusan tidak dapat dirangkap dengan jabatan pengurus harian organisasi sosial politik dan organisasi yang berafiliasi kepadanya;

3.Rincian aturan pelarangan rangkap jabatan tersebut ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Pengurus Besar, dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas serta tenaga yang tersedia.

BAB XVI

PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS

Pasal 43

1.Susunan dan personalia Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang memerlukan pengesahan Pengurus besar;

2.Dalam pengesahan susunan dan personalia Pengurus Cabang, kecuali Pengurus Cabang Istimewa (PCI), diperlukan rekomendasi Pengurus Wilayah;

3.Susunan dan personalia Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) memerlukan pengesahan Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang;

4.Susunan dan personalia Pengurus Ranting memerlukan pengesahan Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang;

5.Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat pusat disahkan oleh Pengurus Besar;

6.Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah dibentuk dan disahkan oleh pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatnya masing-masing dan dilaporkan kepada pimpinan pusat.

Pasal 44

1.Pengurus Besar dapat membekukan pengurus tingkat di bawahnya melalui keputusan yang ditetpkan sekurang-kurangnya oleh rapat Pengurus Besar Pleno;

2.Alasan pembekuan harus kuat, baik dilihat secara syar’i maupun secara organisatoris;

3.Sebelum pembekuan dilakukan, terlebih dahulu diberi peringatan untuk memperbaiki pelanggarannya sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari;

4.Kepengurusan yang dibekukan dipegang oleh pengurus yang setingkat lebih tinggi, dengan tugas mempersiapkan penyelenggaraan permusyawaratan yang akan memilih pengurus baru;

5.Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara permusyawaratan untuk memilih pengurus baru.

BAB XVII

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS

Pasal 45

Mustasyar bertugas menyelenggarakan pertemuan, setiap kali dianggap perlu, untuk secara kolektif memberikan nasihat kepada pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya, dalam rangka menjaga kemurnian Khittah Nahdliyin dan ishlahu dzati bain (arbitrase).

Pasal 46

Pengurus Syuriyah selaku pimpinan tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengendali, pengawas, dan penentu kebijaksanaan Nahdlatul Ulama mempunyai tugas:

a.Menentukan arah kebijakan Nahdlatul Ulama dalam melakukan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan Nahdlatul Ulama;

b.Memberikan petunjuk, bimbingan, dan pembinaan memahami, mengamalkan, dan mengembangkan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah, baik di bidang akidah, syariah maupun akhlak/tasawuf;

c.Mengendalikan, mengawasi, dan memberikan koreksi terhadap semua perangkat Nahdlatul Ulama berjalan di atas ketentuan jam’iyah dan agama Islam;

d.Membimbing, mengawasi, dan mengawasi Badan otonom, lembaga, dan Lajnah yang langsung berada di bawah Syuriyah;

e.Jika keputusan suatu perangkat organisasi Nahdlatul Ulama dinilai bertentangan dengan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah, maka pengurus syuriyah yang berdasarkan keputusan rapat dapat membatalkan keputusan atau langkah perangkat tersebut.

Pasal 47

1.Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas sehari-hari mempunyai kewajiban memimpin jalannya organisasi sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pengurus syuriyah;

2.Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana harian mempunyai tugas:

a.Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh Pengurus Syuriyah;

b.Melaksanakan program jam’iyah Nahdlatul Ulama;

c.Membina dan mengwasi kegiatan semua perangkat jam’iyah yang berada di bawahnya;

d.Menyampaikan laporan secara periodic kepada Pengurus Syuriyah tentang pelaksanaan tugasnya.

1.Dalam menggerakkan dan mengelola program, Pengurus Besar Tanfidziyah berwenang membentuk tim kerja tetap atau sementara sesuai kebutuhan;

2.Ketua Umum Pengurus Besar, Ketua Pengurus Wilayah, Ketua Pengurus Cabang, Ketua Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) dan Ketua Pengurus Ranting karena jabatannya dapat menghadiri rapat-rapat Pengurus Syuriyah sesuai dengan tingkatannya masing-masing;

3.Pembagian tugas di antara anggota Pengurus Tanfidziyah diatur dalam Peraturan Tata Tertib.

BAB XVIII

KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS

Pasal 48

1.Pengurus berkewajiban:

a.Menjaga dan menjalankan amanat organisasi;

b.Mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi dan tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya.

2.Pengurus berhak:

a.Membuat kebijaksanaan, keputusan, dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, atau keputusan pengurus Nahdlatul Ulama yang lebih tinggi;

b.Memberikan saran atau koreksi kepada pengurus setingkat lebih tinggi dengan cara dan tujuan yang baik.

Pasal 49

Untuk pengembangan kelembagaan, kegiatan, dan sumber daya jam’iyah Nahdlatul Ulama, Pengurus Besar berhak melakukan pemeringkatan pengurus tingkat di bawahnya.

BAB XIX

PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL

Pasal 50

1.Muktamar adalah instansi permusyawaratan tertinggi di Nahdlatul Ulama, diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sekali dalam (lima) tahun;

2.Muktamar dipimpin oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;

3.Muktamar dihadiri oleh:

a.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

b.Pengurus Wilayah

c.Pengurus Cabang

4.Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah wilayah dan cabang yang sah;

5.Untuk kelancaran penyelenggaraan muktamar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat membentuk panitia penyelenggara yang bertanggung jawab kepoada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;

6.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membuat rancangan peraturan tata tertib muktamar yang mencakup susunan dan tata cara pemilihan pengurus;

7.Muktamar Luar Biasa sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Bab VII Pasal 17 huruf c, dapat diselenggarakan atas permintaan Pengurus Besar Syuriyah dengan ketentuan:

a.Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalh kepentingan umum secara nasional atau mengenai keberadaan jam’iyah Nahdlatul Ulama;

b.Penyelesaian masalah-masalah dimaksud (huruf a) tak dapat diselesaikan dalam permusyawaratan lain;

c.Permintaan Pengurus Besar Syuriyah didasarkan pada keputusan rapat Pengurus Besar Lengkap atau rekomendasi Musyawarah Nasional Alim-Ulama.

Pasal 51

1.Musyawarah Nasional alim-ulama ialah musyawarah alim-ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Syuriyah, sekurangkurangnya satu kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan untuk membicarakan masalah keagamaan;

2.Musyawarah alim-ulama yang serupa dapat juga diselenggarakan oleh wilayah atau cbang, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode;

3.Musyawarah tersebut dapat mengundang tokoh-tokoh alim-ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah dari dalam maupun dari luar kepengurusan Nahdlatul Ulama, terutama ulama pengasuh pondok pesantren, dan dapat pula mengundang tenaga ahli yang diperlukan;

4.Musyawarah Nasional Alim-Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan muktamar dan tidak mengadakan pemilihan pengurus.

Pasal 52

1.Konferensi Besar merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah muktamar dan diadakan oleh Pengurus Besar;

2.Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan utusan pengurus wilayah;

3.Konferensi Besar dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah wilayah yang sah;

4.Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar, mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;

5.Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan muktamar dan tidak memilih pengurus baru;

6.Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh jumlah peserta Konferensi Besar. Dalam pengambilan keputusan setiap peserta mempunyai hak 1 (satu) suara;

7.Konferensi Besar dipimpin oleh Pengurus Besar. Susunan acara dan peraturan tata tertib Konferensi Besar ditetapkan oleh Pengurus Besar.

BAB XX

PERMUSYAWARATAN TINGKAT DAERAH

Pasal 53

1.Konferensi Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah, dihadiri oleh pengurus wilayah dan utusan pengurus cabang yang ada di daerahnya, terdiri dari syuriyah dan tanfidziyah;

2.Konferensi Wilayah diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun;

3.Konferensi Wilayah diselenggarakan atas undangan pengurus wilayah atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh jumlah cabang yang ada di daerahnya.

4.Konferensi Wilayah membicarakan pertanggungjawaban pengurus wilayah, menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih pengurus wilayah yang baru dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah wilayah bersangkutan;

5.Pengurus Wilayah membuat rancangn tata tertib konferensi termasuk di dalamnya tata cara pemilihan pengurus baru untuk disahkan oleh konferensi;

6.Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (5) pasal ini, pengurus wilayah sewaktu-waktu menganggp perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun mengadakan musyawarah kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Wilayah, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam musyawarah kerja tidak diadakan pemilihan pengurus baru; Konferensi Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh jumlah cabang di daerahnya. Dalam pengambilan keputusan pengurus wilayah sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap cabang yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.

Pasal 54

1.Konferensi Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada itngkat cabang, dihadiri oleh utusan-utusan syuriyah dan tanfidziyah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerhnya dan diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun;

2.Konferensi Cabang diadakan atas undangan pengurus cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya 1/2 (separoh) dari jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya;

3.Konferensi Cabang membicarakan pertanggungjawaban pengurus cabang, menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih pengurus cabang dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah cabang yang bersangkutan;

4.Pengurus cabang membuat rancangan tata tertib konferensi, termasuk tata cara pemilihan pengurus yang diatur dalam ART Bab XII Pasal 37 untuk disahkan oleh Konferensi;

5.Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (4) pasal ini, pengurus cabang sewaktu-waktu dianggap perlu dan sekurang-kurangnya dua tahun sekali, dapat mengadakan rapat kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan perannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam rapat kerja tidak diadakan acara pemilihan pengurus;

6.Konferensi Cabang adalah sah jika dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, pengurus cabang sebagai satu kesatuan dan tiap majelis wakil cabang dan ranting yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.

Pasal 55

1.Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Majelis Wakil Cabang, yang dihadiri oleh utusan-utusan Syuriyah dan Tanfidziyah Ranting di daerahnya, dan diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun;

2.Konferensi Majelis Wakil Cabang diselenggarakan atas undangan pengurus majelis wakil cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya setengah dari jumlah ranting;

3.Konferensi Majelis Wakil Cabang membicarakan pertanggungjawaban pengurus majelis wakil cabang, penyusunn rencana kerja untuk masa 5 (lima) tahun, memilih pengurus wakil cabang dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerahnya;

4.Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) membuat rancangan tata tertib konferensi, termasuk tata cara pemilihan pengurus yang diatur dalam ART Bab XII Pasal 38 untuk disahkan oleh Konferensi;

5.Selain keputusan yang tercantum pada ayat (1) sampai (4) pasal ini, pengurus MWC sewaktu-waktu dianggap perlu sekurang-kurangnya sekali dalam dua setengah tahun menyelenggarakan rapat kerja untuk membicarakan pelaksanaan konferensi MWC, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam rapat kerja tidak diadakan acara pemilihan pengurus;

6.Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) dari jumlah ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, pengurus majelis wakil cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap ranting yang hadir masing-masing mempunyai 1 (satu) suara.

Pasal 56

1.Rapat Anggota adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat ranting yang dihadiri oleh anggota-anggota Nahdlatul Ulama di daerah ranting dan diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun;

2.Rapat Anggota diselenggarakan atas undangan pengurus ranting atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah anggota Nahdlatul Ulama di ranting bersangkutan;

3.Rapat Anggota membicarakan laporan pertanggungjawaban pengurus ranting, menyusun rencana kerja untuk 5 (lima) tahun, memilih pengurus ranting dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah ranting;

4.Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (3), pengurus ranting sewaktu-waktu dianggap perlu dan sekurang-kurangnya dalam dua setengah tahun menyelenggarakan forum musyawarah. Pada forum ini tidak dilakukan pemilihan pengurus.

5.Rapat Anggota adalah sah apabila dihadiri lebih dari separoh anggota Nahdlatul Ulama di ranting tersebut. Setiap anggota mempunyai hak 1 (satu) suara.

BAB XXI

KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 57

Uang pangkal, i’anah syariyah dan i’anah tsanawiyah yang diterima dari anggota Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut:

a.50% untuk membiayai kegiatan Ranting;

b.20% untuk membiayai kegiatan MWC;

c.15% untuk membiayai kegitan Cabang;

d.10% untuk membiayai kegitan Wilayah;

e.5% untuk membiayai kegiatan Pengurus Besar.

Pasal 58

1.Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar kepada Muktamar, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Besar, Lembaga, dan Lajnah;

2.Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Wilayah kepada Konferensi, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Wilayah, Lembaga, dan Lajnah;

3.Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang kepada Konferensi, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Cabang, Lembaga, dan Lanjah;

4.Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) kepada Konferensi, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris majelis Wakil Cabang;

5.Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Ranting kepada Rapat Anggota, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Ranting.

BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59

1.Segala sesuatu yang belum cukup diatur atau belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan oleh keputusan Pengurus Besar;

2.Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Muktamar.

MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah merupakan salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayyid Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan sebagainya. Pengaruh gerakan pembaharuan tersebut terutama berasal dari Muhammad Abduh melalui tafsirnya, al-Manar, suntingan dari Rasyid Ridha serta majalah al-Urwatul Wustqa.

Tokoh Pendirinya

Pendiri Muhammadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan. Ia lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta, tahun 1868 M dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya adalah K.H. Abubakar, seorang Khotib masjid Besar Kesultanan Yogyakarta, yang apabila dilacak silsilahnya sampai kepada Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim, Penghulu kesultanan Yogyakarta. Jadi, kedua orang tua K.H. Ahmad Dahlan juga merupakan keturunan ulama.

Meskipun Muhammad Darwis berasal dari kalangan keluarga yang cukup terkemuka, tetapi ia tidak sekolah di Gubernemen (waktu itu), melainkan diasuh dan dididik mengaji Alquran dan dasar-dasar ilmu agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. Hal itu karena pada waktu itu ada suatu pendapat umum bahwa barangsiapa memasuki sekolah Gubernemen, maka dianggap kafir atau Kristen.

Pada usia delapan tahun ia telah lancar membaca Alquran hingga khatam. Kemudian ia belajar fikih kepada K.H. Muhammad Shaleh, dan nahwu kepada K.H. Muhsin. Keduanya adalah kakak ipar Muhammad Darwis sendiri. Ia juga berguru kepada K.H. Muhammad Nur dan K.H. Abdul Hamid dalam berbagai ilmu.

Pada tahun 1889 M ia dinikahkan dengan saudara sepupunya, Siti Walidah, putri K.H. Muhammad Fadil, Kepala Penghulu Kesultanan Yogyakarta. Beberapa bulan setelah pernikahannya, atas anjuran ayah bundanya, Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji. Ia tiba di Mekah pada bulan Rajab 1308 H (1890 M). Setelah menunaikan umrah, Ia bersilaturahmi dengan para ulama, baik dari Indonesia maupun Arab. Di antaranya, ia mendatangi ulama mazhab Syafi’i Bakri Syata’ dan mendapat ijazah nama Haji Ahmad Dahlan. Ia telah berganti nama, dan juga bertamabah ilmunya. Sepulang dari ibadahnya itu, ia membantu ayahnya mengajar santri-santri remaja. Sehingga, ia mendapat sebutan K.H. Ahmad Dahlan.

Pada tahun 1896 M ia diangkat menjadi khotib di masjid Besar oleh kesultanan Yogyakarta dengan gelar “khotib amin”. Ia juga berdagang batik ke kota-kota di Jawa. Ia pernah diberi modal oleh orang tuanya sebanyak F. 500,- pada tahun 1892, tetapi sebagian besar digunakan untuk membeli kitab-kitab Islam. Dalam perjalanan dagang itu, ia selalu bersilaturahmi kepada para ulama setempat dan membicarakan perihal agama Islam dan masyarakatnya. Perjalanan demikian bertujuan untuk mempelajari sebab-sebab kemunduran kaum muslimin dan mencari jalan keluar untuk mengatasinya.

Tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bertemu dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo di Ketandan, Yogyakarta. Ia menanyakan berbagai hal tentang perkumpulan Budi Utomo dan tujuannya. Setelah mendengarkan penjelasan darinya, ia ingin bergabung dengan organisasi tersebut. Ia mulai belajar berorganisasi. Pada tahun 1910, ia pun menjadi anggota ke-770 perkumpulan Jami’at Khair Jakarta. Ia tertarik kepada organisasi ini karena organisasi ini telah lebih awal membangun sekolah-sekolah agama dan bahasa Arab, disamping bergerak dalam bidang sosial dan giat membina hubungan dengan pemimpin-pemimpin di negara-negara Islam yang telah maju. Dari pengalamannnya yang ia dapatkan, ia menyadari bahwa usaha perbaikan masyarakat itu tidak mudah jika dilaksanakan sendirian, melainkan dengan berorganisasi bekerja sama dengan banyak orang.

Berdirinya Muhammadiyah

Suatu ketia Ia menyampaikan usaha pendidikan setalah selesai menyampaikan santapan rohani pada rapat pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta. Ia menyampaikan keinginan mengajarkan agama Islam kepada para siswa Kweekschool Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh R. Boedihardjo, yang juga pengurus Budi Utomo. Usul itu disetujui, dengan syarat di luar pelajaran resmi. Lama-lama peminatnya banyak, hingga kemudian mendirikan sekolah sendiri. Di antara para siswa Kweekschool Jetis ada yang memperhatikan susunan bangku, meja, dan papan tulis. Lalu, mereka menanyakan untuk apa, dijawab untuk sekolah anak-anak Kauman dengan pelajaran agama Islam dan pengetahuan sekolah biasa. Mereka tertarik sekali, dan akhirnya menyarankan agar penyelelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan sepeninggal K.H. Ahmad Dahlan kelak.

Sebenarnya, mengenai pendirian sekolah itu telah dibicarakan dan dibantu oleh pengurus Budi Utomo. Setelah pelaksanaan penyelenggaraan sekolah itu sudah mulai teratur, kemudian dipikirkan tentang organisasi pendukung terselenggaranya kegiatan sekolah itu. Dipilihlah nama “Muhammadiyah” sebagai nama organisasi itu dengan harapan agar para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penyusunan anggaran dasar Muhamadiyah banyak mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu Kweekschool Jetis. Rumusannya dibuat dalam bahasa melayu dan Belanda. Kesepakatan bulat pendirian Muhamadiyah terjadi pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H. Tgl 20 Desember 1912 diajukanlah surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, agar perserikatan ini diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Setelah memakan waktu sekitar 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan hukum, tertung dalam Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus 1914, No. 81, beserta alamporan statuennya.
Arti Muhammadiyah

1.Arti Bahasa (Etimologis)

Muhamadiyah berasal dari kata bahasa Arab “Muhamadiyah”, yaitu nama nabi dan rasul Allah yang terkhir. Kemudian mendapatkan “ya” nisbiyah, yang artinya menjeniskan. Jadi, Muhamadiyah berarti “umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” atau “pengikut Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”, yaitu semua orang Islam yang mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.

2.Arti Istilah (Terminologi)

Secara istilah, Muhamadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber pada Alquran dan as-Sunnah, didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, bertepatan 18 November 1912 Miladiyah di kota Yogyakarta.
Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud untuk berpengharapan baik, dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, semata-mata demi terwujudnya ‘Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.
Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah mengalami beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah. Tetapi, dari segi isi, maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula.

Pada waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagi berikut:

1.Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta.

2.Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Hingga tahun 2000, terjadi tujuh kali perubahan redaksional maksud dan tujuan Muhamadiyah. Dalam muktamarnya yang ke-44 yang diselenggarakan di Jakarta bulan Juli 2000 telah ditetapkan maksud dan tujuan Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Amal Usaha Muhammadiyah

Usaha yang pertama melalui pendidikan, yaitu dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah. Selain itu juga menekankan pentingnya pemurnian tauhid dan ibadah, seperti:

1.Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (Jawa: tingkeban), yaitu selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh. Kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat-istiadat Jawa kuno, biasanya diadakan dengan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan lain, seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain. Masing-masing daerah berbeda-beda cara dan macam upacara tujuh bulanan ini, tetapi pada dasarnya berjiwa sama, yaitu dengan maksud mendoakan bagi keselamatan calon bayi yang masih berada dalam kandungan itu.

2.Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Saman, dll yang dikenal dengan manakiban. Selain itu, terdapat pula kebiasaan membaca barzanji, yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disalahartikan. Dalam acara-acara semacam ini, Muhammadiyah menilai, ada kecenderungan yang kuat untuk mengultusindividukan seornag wali atau nabi, sehingga hal itu dikhawatirkan dapat merusak kemurnian tauhid. Selain itu, ada juga acara yang disebut “khaul”, atau yang lebih populer disebut khal, yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang setiap tahun sekali, dengan melakukan ziarah dan penghormatan secara besar-besaran terhadap arwah orang-orang alim dengan upacara yang berlebih-lebihan. Acara seperti ini oleh Muhammadiyah juga dipandang dapat mengeruhkan tauhid.

3.Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam zikir yang hanya khusus dibaca pada malam Jumat dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begia ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu, ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan. Yang boleh adalah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.
Mendoakan kepada orang yang masih hidup atau yang sudah mati dalam Islam sangat dianjurkan. demikian juga berzikir dan membaca Alquran juga sangat dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi, jika di dalam berzikir dan membaca Alquran itu diniatkan untuk mengirim pahala kepada orang yang sudah mati, hal itu tidak berdasa pada ajaran agama, oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan selawatan pada hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 hari, hal itu merupakan bid’ah yang mesti ditinggalkan dari perbuatan Islam. Selain itu, masih banyak lagi hal-hal yang ingin diusahakan oleh Muhammadiyah dalam memurnikan tauhid.

Perkembangan Muhammadiyah

1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.

2. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan.
Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:
Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan
mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.
Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.
Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi.
Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:
Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.
Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.
Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.
Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:

‘Aisyiyah
Nasyiatul ‘Aisyiyah
Pemuda Muhammadiyah
Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
Tapak Suci Putra Muhamadiyah
Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan

Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

Periode Kepemimpinan Muhammadiyah
K.H. Ahmad Dahlan (1912 — 1923)
K.H. Ibrahim (1923 — 1932)
K.H. Hisyam (1932 — 1936)
K.H. Mas Mansur (1936 — 1942)
Ki Bagus Hadikusumo (1942 — 1953)
A.R. Sutan Mansyur (1952 — 1959)
H.M. Yunus Anis (1959 — 196 8)
K.H. Ahmad Badawi (1962 — 196 8)
K.H. Fakih Usman/H.A.R. Fakhrudin (1968 — 1971)
K.H. Abdur Razak Fakhruddin (1971 — 1990)
K.H. A. Azhar Basyir, M.A. (1990 — 1995)
Prof. Dr. H.M. Amien Rais/Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif (1995 — 2000)
Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif (2000 — 2005)
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
(Keputusan Tanwir tahun 1969 di Ponorogo)

1.Muhammadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2.Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi.
3.Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a.Alquran: kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b.Sunnah Rasul: penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Alquran yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4.Muhammadiyah bekerja untuk teraksananya ajaran-ajaran Islam yang meliuti bidang-bidang:
a.Akidah
b.Akhlak
c.Ibadah
d.Muamalah Duniawiyah

e.Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah, dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
f.Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
g.Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
h.Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya muamalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5.Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil, makmur dan diridhai Allah SWT.
Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

(Catatan: Rumusan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh PP Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta).
Sumber: Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Idiologis, Drs. H. Musthafa Kamal Pasha, B.Ed dan Drs. H. Ahmad Adaby Darban, S.U.